Jumat, 05 Desember 2014

Sepucuk Surat Itu Melukaiku

Aku pikir sudah tak ada lagi rasa untukmu, tapi melihat sepucuk surat itu perasaanku hancur. Sekejap isi surat itu menusuk perasaanku.
Aku kira sudah tak ada luka, tapi membaca surat tentangmu dan dia melukaiku.
Ya, memang hanya sepucuk surat tapi mengeja namamu dengan namanya mematikan seluruh mimpiku.

Kamu, dia, dan sepucuk surat itu melukaiku...


Rabu, 13 Agustus 2014

Jika Suatu Saat ...


Jika suatu saat semua kau ketahui,
 

Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang saat senja, mungkin akan sedikit membantumu untuk mengerti luka yang kau torehkan disini, di hatiku. Kalau pun senja tak dapat kau rengkuh, masih ada malam yang dapat  kau tangkap. Silakah kau tanyakan pada angin malam tentang resahku menunggu rindu yang entah kapan akan kau jemput.


Jika malam pun terlewatkan, bangunlah di sepertiga malam tanyakan pada kesunyian apa yang kulakukan saat menggeliat gelisah memikirkanmu. Tanyakan saja saat subuh datang jika sepertiga malam tak kau dapatkan, jangan ragu, tanyakan pada jutaan malaikat yang mengamini setiap doa di waktu subuh apa doa yang kupanjatkan pada Robbku tentang dirimu.


Saat kau masih resah dan tak mendapatkan jawaban apapun, datanglah dan tanyakan langsung padaku! Akan kujawab dengan sejujur-jujurnya dan sejelas-jelasnya, itupun jika airmataku berhenti berderai. Sedangkan, airmata adalah jawaban sesungguh-sungguhnya yang ingin dan akan kusampaikan padamu ketika kau menemuiku.


Namun, apakah dapat kau tangkap isyarat airmataku?

Selasa, 03 Juni 2014

Antara Puisi dan Kamu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana aku mencintai puisi
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana ketika puisi itu merasukiku pertama kali, cepat dan mudahnya menarik perhatianku
"Aku Ingin" mulai mewarnai hatiku dengan kata-kata sastra yang indah
"Aku Ingin" puisi yang membuatku dipenuhi oleh jutaan rangkaian kata untukmu
"Aku Ingin" menarikku pada pesona untai-untai kata, sama halnya sepertimu yang dengan cepat merasuki ruang nalarku
Yah, kamu dan "Aku Ingin" sama-sama menjeratku dalam dunia fantasi kata
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sama halnya seperti aku mencintai puisi

Balada Cinta Aku, Rahwana, Sinta, dan Rama

"Tuhan, jika cintaku pada Sinta terlarang, kenapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?" Rahwana #SudjiwoTejo

Terinspirasi dari quotes Sudjiwo Tejo di atas:
"Tuhan, jika cinta Rahwana semegah itu pada Sinta, izinkan aku yang menjadi Sintanya" Aku

"Tuhan, aku ingin menjadi Sinta yang begitu besarnya dicintai oleh Rahwana" Aku

"Wahai Rahwana, jika Sinta tak mau menerima kemegahan cintamu, berikan saja padaku karena aku tak mencintai Rama" Aku

"Duhai Rahwana, aku memang tak secantik Sinta dan tak selembut dirinya. Tapi, aku takkan menyia-nyiakan cintamu yang megah itu" Aku

"Rahwana, meski kau tak serupawan Rama tetapi cintamu lebih tulus dan megah pada Sinta yang aku harapkan itu untukku" Aku

"Rahwana, aku tak peduli seberapa jahat dan kejamnya dirimu, yang kulihat darimu hanyalah ketulusan cinta yang kau punya untuk Sinta dan aku menginginkan itu" Aku

"Rahwana, aku rela melenyapkan Sinta demi mendapatkan cintamu. Sama halnya sepertimu yang rela memusnahkan Rama demi mendapatkan cinta Sinta" Aku

"Tiba-tiba sosok Rahwana merasukiku. Aku terpesona pada cintanya yang megah untuk Sinta dan aku merasa iba karena semegah apapun cintanya Sinta tetap menolak dan lebih memilih Rama. Ayolah, Rahwana move on dong!" Aku
 
Parafrasa:
Teruntuk Rahwana,
Rahwana, mungkin aku takkan pernah bisa seperti Sinta. Tapi, percayalah aku takkan pernah menyia-nyiakan maha cintamu itu.
Yakinlah, walau seribu Rama datang padaku, aku tak mau karena hanya kaulah yang kulihat memiliki ketulusan di balik keburukkan.
Rahwana, sebegitu cintanyakah kau pada Sinta, sehingga kau buta akan aku yang tulus padamu? Aku rela Rahwana, rela menunggumu datang ke pelukanku saat Sinta mencampakkanmu, aku rela menyeka air kesedihan di wajahmu ketika Sinta mengacuhkanmu dan pergi bersama Rama.
Rahwana, tak bisakah kau beri aku secuil saja cinta megahmu untuk Sinta padaku? Hanya sebesar butir pasir pun tak mengapa, perlahan akan aku besarkan, akan kubuat cinta itu bertumbuh melebihi maha cintamu untuk sinta.
Rahwana, aku tak tahu harus bagaimana lagi membuatmu berpaling dari Sinta dan menoleh padaku. Aku lelah dan ingin berhenti, sebenarnya. Tapi, aku menguatkan diriku, agar ketika kau bersedih dan kesakitan karena Sinta, aku akan menjadi sandaran bagimu, aku akan menguatkanmu, aku akan mengobati lukamu, dan aku akan membasuh setiap keringat dan air matamu.
Rahwana, yakinlah padaku sekali saja dan akan kubuat kau yakin padaku selamanya.

Leluconmu

Hey, aku tak sadar ketika kamu mendekat, kupikir bukan lelucon. Kemudian kamu pergi-menghilang tanpa sepatah kata pun, tak pernah lagi ada sapa dan menyalamiku. Padahal aku mulai berharap.
Lalu rinduku memuncak dan aku coba menyapamu terlebih dahulu, tapi aku kecewa: semua terungkap jelas dari bahasamu yang acuh tak acuh. Ternyata semuanya palsu, lelucon belaka.
Untung saja tak butuh waktu lama untuk pulih, karena kamu pun terlalu cepat merasuki ruang nalar dan ketika kamu pergi pun, hanya sesaat-sekejap aku telah baik-baik saja...

CERMIN

Tuhan, malam itu aku bercermin. Aku menemukan sepasang mata yang bernanar, terkadang kosong, suatu ketika penuh kesedihan, kesepian, ketakutan, benci dan kehilangan.
Tuhan, apakah itu yang kurasakan tercermin lewat mata itu? Jujur, aku tertegun saat itu Tuhanku. Merasa miris dengan yang diperlihatkan pandangan tanpa asa, tanpa cinta, dan tanpa bahagia. Keduanya menangis namun tanpa air mata, lukanya t'lah meleburkan pusat rasa menjadikannya berkeping-keping.
Ya, tak ada cinta di sana, pandangannya kosong, mungkin karena lelah dengan semua rasa sakit. Sungguh aku ingin membantu, membuatnya bahagia tanpa ada lagi luka yang tertinggal tapi aku tak berdaya karena kenyataannya semua yang kulihat adalah aku sendiri dalam cermin.