Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana aku mencintai puisi
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana ketika puisi itu merasukiku pertama kali, cepat dan mudahnya menarik perhatianku
"Aku Ingin" mulai mewarnai hatiku dengan kata-kata sastra yang indah
"Aku Ingin" puisi yang membuatku dipenuhi oleh jutaan rangkaian kata untukmu
"Aku Ingin" menarikku pada pesona untai-untai kata, sama halnya sepertimu yang dengan cepat merasuki ruang nalarku
Yah, kamu dan "Aku Ingin" sama-sama menjeratku dalam dunia fantasi kata
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sama halnya seperti aku mencintai puisi
Selasa, 03 Juni 2014
Balada Cinta Aku, Rahwana, Sinta, dan Rama
"Tuhan, jika cintaku pada Sinta terlarang, kenapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?" Rahwana #SudjiwoTejo
Terinspirasi dari quotes Sudjiwo Tejo di atas:
"Tuhan, jika cinta Rahwana semegah itu pada Sinta, izinkan aku yang menjadi Sintanya" Aku
"Tuhan, aku ingin menjadi Sinta yang begitu besarnya dicintai oleh Rahwana" Aku
"Wahai Rahwana, jika Sinta tak mau menerima kemegahan cintamu, berikan saja padaku karena aku tak mencintai Rama" Aku
"Duhai Rahwana, aku memang tak secantik Sinta dan tak selembut dirinya. Tapi, aku takkan menyia-nyiakan cintamu yang megah itu" Aku
"Rahwana, meski kau tak serupawan Rama tetapi cintamu lebih tulus dan megah pada Sinta yang aku harapkan itu untukku" Aku
"Rahwana, aku tak peduli seberapa jahat dan kejamnya dirimu, yang kulihat darimu hanyalah ketulusan cinta yang kau punya untuk Sinta dan aku menginginkan itu" Aku
"Rahwana, aku rela melenyapkan Sinta demi mendapatkan cintamu. Sama halnya sepertimu yang rela memusnahkan Rama demi mendapatkan cinta Sinta" Aku
"Tiba-tiba sosok Rahwana merasukiku. Aku terpesona pada cintanya yang megah untuk Sinta dan aku merasa iba karena semegah apapun cintanya Sinta tetap menolak dan lebih memilih Rama. Ayolah, Rahwana move on dong!" Aku
Parafrasa:
Teruntuk Rahwana,
Rahwana, mungkin aku takkan pernah bisa seperti Sinta. Tapi, percayalah aku takkan pernah menyia-nyiakan maha cintamu itu.
Yakinlah, walau seribu Rama datang padaku, aku tak mau karena hanya kaulah yang kulihat memiliki ketulusan di balik keburukkan.
Rahwana, sebegitu cintanyakah kau pada Sinta, sehingga kau buta akan aku yang tulus padamu? Aku rela Rahwana, rela menunggumu datang ke pelukanku saat Sinta mencampakkanmu, aku rela menyeka air kesedihan di wajahmu ketika Sinta mengacuhkanmu dan pergi bersama Rama.
Rahwana, tak bisakah kau beri aku secuil saja cinta megahmu untuk Sinta padaku? Hanya sebesar butir pasir pun tak mengapa, perlahan akan aku besarkan, akan kubuat cinta itu bertumbuh melebihi maha cintamu untuk sinta.
Rahwana, aku tak tahu harus bagaimana lagi membuatmu berpaling dari Sinta dan menoleh padaku. Aku lelah dan ingin berhenti, sebenarnya. Tapi, aku menguatkan diriku, agar ketika kau bersedih dan kesakitan karena Sinta, aku akan menjadi sandaran bagimu, aku akan menguatkanmu, aku akan mengobati lukamu, dan aku akan membasuh setiap keringat dan air matamu.
Rahwana, yakinlah padaku sekali saja dan akan kubuat kau yakin padaku selamanya.
Terinspirasi dari quotes Sudjiwo Tejo di atas:
"Tuhan, jika cinta Rahwana semegah itu pada Sinta, izinkan aku yang menjadi Sintanya" Aku
"Tuhan, aku ingin menjadi Sinta yang begitu besarnya dicintai oleh Rahwana" Aku
"Wahai Rahwana, jika Sinta tak mau menerima kemegahan cintamu, berikan saja padaku karena aku tak mencintai Rama" Aku
"Duhai Rahwana, aku memang tak secantik Sinta dan tak selembut dirinya. Tapi, aku takkan menyia-nyiakan cintamu yang megah itu" Aku
"Rahwana, meski kau tak serupawan Rama tetapi cintamu lebih tulus dan megah pada Sinta yang aku harapkan itu untukku" Aku
"Rahwana, aku tak peduli seberapa jahat dan kejamnya dirimu, yang kulihat darimu hanyalah ketulusan cinta yang kau punya untuk Sinta dan aku menginginkan itu" Aku
"Rahwana, aku rela melenyapkan Sinta demi mendapatkan cintamu. Sama halnya sepertimu yang rela memusnahkan Rama demi mendapatkan cinta Sinta" Aku
"Tiba-tiba sosok Rahwana merasukiku. Aku terpesona pada cintanya yang megah untuk Sinta dan aku merasa iba karena semegah apapun cintanya Sinta tetap menolak dan lebih memilih Rama. Ayolah, Rahwana move on dong!" Aku
Parafrasa:
Teruntuk Rahwana,
Rahwana, mungkin aku takkan pernah bisa seperti Sinta. Tapi, percayalah aku takkan pernah menyia-nyiakan maha cintamu itu.
Yakinlah, walau seribu Rama datang padaku, aku tak mau karena hanya kaulah yang kulihat memiliki ketulusan di balik keburukkan.
Rahwana, sebegitu cintanyakah kau pada Sinta, sehingga kau buta akan aku yang tulus padamu? Aku rela Rahwana, rela menunggumu datang ke pelukanku saat Sinta mencampakkanmu, aku rela menyeka air kesedihan di wajahmu ketika Sinta mengacuhkanmu dan pergi bersama Rama.
Rahwana, tak bisakah kau beri aku secuil saja cinta megahmu untuk Sinta padaku? Hanya sebesar butir pasir pun tak mengapa, perlahan akan aku besarkan, akan kubuat cinta itu bertumbuh melebihi maha cintamu untuk sinta.
Rahwana, aku tak tahu harus bagaimana lagi membuatmu berpaling dari Sinta dan menoleh padaku. Aku lelah dan ingin berhenti, sebenarnya. Tapi, aku menguatkan diriku, agar ketika kau bersedih dan kesakitan karena Sinta, aku akan menjadi sandaran bagimu, aku akan menguatkanmu, aku akan mengobati lukamu, dan aku akan membasuh setiap keringat dan air matamu.
Rahwana, yakinlah padaku sekali saja dan akan kubuat kau yakin padaku selamanya.
Leluconmu
Hey, aku tak sadar ketika kamu mendekat, kupikir bukan lelucon. Kemudian kamu pergi-menghilang tanpa sepatah kata pun, tak pernah lagi ada sapa dan menyalamiku. Padahal aku mulai berharap.
Lalu rinduku memuncak dan aku coba menyapamu terlebih dahulu, tapi aku kecewa: semua terungkap jelas dari bahasamu yang acuh tak acuh. Ternyata semuanya palsu, lelucon belaka.
Untung saja tak butuh waktu lama untuk pulih, karena kamu pun terlalu cepat merasuki ruang nalar dan ketika kamu pergi pun, hanya sesaat-sekejap aku telah baik-baik saja...
Lalu rinduku memuncak dan aku coba menyapamu terlebih dahulu, tapi aku kecewa: semua terungkap jelas dari bahasamu yang acuh tak acuh. Ternyata semuanya palsu, lelucon belaka.
Untung saja tak butuh waktu lama untuk pulih, karena kamu pun terlalu cepat merasuki ruang nalar dan ketika kamu pergi pun, hanya sesaat-sekejap aku telah baik-baik saja...
CERMIN
Tuhan, malam itu aku bercermin. Aku menemukan sepasang mata yang bernanar, terkadang kosong, suatu ketika penuh kesedihan, kesepian, ketakutan, benci dan kehilangan.
Tuhan, apakah itu yang kurasakan tercermin lewat mata itu? Jujur, aku tertegun saat itu Tuhanku. Merasa miris dengan yang diperlihatkan pandangan tanpa asa, tanpa cinta, dan tanpa bahagia. Keduanya menangis namun tanpa air mata, lukanya t'lah meleburkan pusat rasa menjadikannya berkeping-keping.
Ya, tak ada cinta di sana, pandangannya kosong, mungkin karena lelah dengan semua rasa sakit. Sungguh aku ingin membantu, membuatnya bahagia tanpa ada lagi luka yang tertinggal tapi aku tak berdaya karena kenyataannya semua yang kulihat adalah aku sendiri dalam cermin.
Tuhan, apakah itu yang kurasakan tercermin lewat mata itu? Jujur, aku tertegun saat itu Tuhanku. Merasa miris dengan yang diperlihatkan pandangan tanpa asa, tanpa cinta, dan tanpa bahagia. Keduanya menangis namun tanpa air mata, lukanya t'lah meleburkan pusat rasa menjadikannya berkeping-keping.
Ya, tak ada cinta di sana, pandangannya kosong, mungkin karena lelah dengan semua rasa sakit. Sungguh aku ingin membantu, membuatnya bahagia tanpa ada lagi luka yang tertinggal tapi aku tak berdaya karena kenyataannya semua yang kulihat adalah aku sendiri dalam cermin.
Langganan:
Postingan (Atom)