Jumat, 19 Januari 2018

Filsafat Pendidikan

A.  PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses mengubah tingkah laku peserta didik menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan menjadi manusia yang kreatif. Pribadi yang mandiri adalah pribadi yang secara mandiri mampu berpikir, menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru yang bernalar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan, pribadi yang kreatif adalah pribadi yang mampu melakukan perubahan dan menciptakan sesuatu yang baru.
Kemandirian dan kreativitas ini terbentuk melalui kemampuan berpikir nalar dan kemampuan berpikir kreatif. Kemandirian dan kreativitas dapat dibentuk baik di rumah maupun di sekolah. Pendidikan di sekolah dan peran guru yang berkualitas sangat penting untuk membentuk karakteristik peserta didik.
Dalam pembahasan ini, akan dibahas mengenai hubungan aliran filsafat progresivisme dengan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru.

B.  KUALITAS PENDIDIKAN DAN KESEJAHTERAAN GURU
Kualitas pendidikan di suatu negara sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan gurunya. Kesejahteraan yang baik akan berdampak baik pada kualitas pendidikan, begitu juga sebaliknya. Kesejahteraan guru harus diperhatikan oleh pemerintah, jika pemerintah memerhatikan guru dengan baik, maka guru pun akan memberikan hasil yang baik pada dunia pendidikan, sebagai rasa terima kasihnya atas apa yang telah didapatkan.
Hal ini dapat dilihat pada pendidikan di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Finlandia. Kualitas pendidikan di kedua negara tersebut ditunjang oleh peran pemerintah yang memerhatikan kualitas dan kesejahteraan guru, selain itu juga ditunjang dengan kurikulum yang baik, dan sarana-prasarana yang lengkap.
Amerika Serikat masuk dalam peringkat kedua negara yang menggaji besar profesi guru, dengan jumlah sebesar USD 44.917 atau setara Rp 503 juta per tahun. Kualitas pendidikan di Amerika Serikat pun sudah diketahui sangat baik dan banyak orang dari negara lain memilih menuntut ilmu di negara yang dijuluki Negeri Paman Sam itu. Orang Indonesia pun banyak yang menuntut ilmu di sana dan menjadi orang sukses ketika kembali ke negeri tercinta ini.
Peringkat ke 12 diduduki oleh Finlandia dengan gaji rata-rata guru sebesar USD 28.780 atau Rp 321 juta per tahun. Finlandia memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, dari segi kurikulum, kualitas guru, dan prestasi siswanya. Mengapa kualitas pendidikan Finlandia terbaik di dunia?
Finlandia menerapkan peraturan mengenai pendidikan, antara lain:
1.    Anak-anak di Finlandia baru bersekolah di usia 7 tahun
2.    Anak-anak mendapat istirahat 15 menit setelah 45 menit belajar
3.    Bersekolah di sekolah negeri bebas biaya
4.    Kualitas dan kesejahteraan guru sangat diperhatikan
5.    Tidak ada ujian nasional
6.    Anak-anak hanya datang pada jam mata pelajaran yang mereka pilih
7.    Waktu sekolah hanya 4-5 jam per hari atau 18 jam per minggu
8.    Tidak ada sistem ranking di sekolah
9.    Guru memberikan PR dengan memperhitungkan tingkat kesulitannya, agar mudah dikerjakan dan tidak banyak menghabiskan waktu istirahat anak ketika di rumah
Berbanding terbalik dengan Amerika Serikat dan Finlandia. Kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru di Indonesia masih sangat jauh bila dibandingkan dengan dua negara tersebut.
Kualitas pendidikan di Indonesia terbilang masih rendah, meskipun saat ini pemerintah sedang gencar memperbaiki kualitas sistem pendidikan, misalnya dengan kurikulum yang selalu diperbaharui sesuai perkembangan zaman. Namun, dengan adanya kurikulum revisi 2013 yang berlaku sekarang dengan jargonnya “Full Day School” yang sedang digadang-gadang oleh menteri pendidikan, membuat siswa harus berada di sekolah kurang lebih 9 jam setiap harinya dengan mata pelajaran yang banyak, tugas menumpuk, belum lagi tugas-tugas rumah yang diberikan setiap guru. Hal ini membuat anak kelelahan, kurang istirahat, akhirnya menjadi malas, bahkan dapat membuat anak tertekan dan menjadi stress. Meski begitu full day school juga memiliki sisi positif, yaitu siswa lebih banyak berada di sekolah sehingga pergaulannya dapat terkontrol.
Selain itu juga, pemerintah sudah mulai sedikit memperhatikan kesejahteraan guru dengan maksud ingin memperbaiki kualitas guru di Indonesia. Misalnya sekarang pemerintah memberikan kenaikan gaji untuk guru, walaupun jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Finlandia masih sangat jauh perbandingan besarnya. Dan juga pemerintah memberikan penghargaan bagi guru yang “katanya” sudah memenuhi kriteria-kriteria guru profesional dengan memberikan sertifikasi. Sertifikasi guru ini diberikan dengan wujud ”uang penghargaan”. Pada kenyataannya sertifikasi tidak dapat menjamin guru yang mendapatkan sertifikasi adalah guru professional yang berkualitas.
Banyak guru yang mendapat sertifikasi masih saja mengajar semaunya, contoh masuk kelas tapi guru asik memainkan gawainya, sedangkan siswa diberi tugas supaya diam dan tidak mengganggu guru. Guru masuk kelas hanya memberikan tugas, lalu pergi ke ruang guru  untuk mengerjakan administrasi pembelajaran atau sekedar mengobrol dengan guru lain.
Perhatian pemerintah yang “sedikit itu” untuk kesejahteraan guru, tidak diberikan secara cuma-cuma. Kesejahteraan guru memang bertambah sedikit, tapi di balik itu semua guru harus mendapatkan tugas tambahan yang banyak seperti membuat administrasi pembelajaran yang sangat banyak dengan format yang berubah-ubah, mengisi SKP, dan lain sebagainya.
Lain lagi dengan guru honorer, tugas yang diemban sama dengan guru PNS tetapi dari segi kesejahteraan sangat berbeda jauh. Apalagi guru-guru di daerah terpencil di pelosok, gaji yang tidak seberapa namun tidak rutin setiap bulannya didapatkan. Dengan polemik seperti ini, bagaimana kualitas pendidikan dapat meningkat? Sedangkan kesejahteraan guru saja tidak terjamin dengan baik.
Pemerintah seharusnya dapat belajar dari sistem pendidikan di negara-negara lain, misalnya negara Finlandia. Semoga ke depannya sistem pendidikan, kualitas pendidikan, dan kesejahteraan guru di Indonesia dapat meningkat dan terjamin dengan baik.

C.  KAJIAN FILSAFAT PROGRESIVISME
1.    Latar Belakang Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat. Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, kerena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.
Gerakan progresif terkenal keras karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru: "Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama". Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivisme rnerupakan semacam kendaraan mutahhir, untuk digelarkan.
Dengan melandanya "adjusment" pada tahun tiga puluhan, progresivisme melancarkan gebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih diutamakan adalah perkembangan individual, yang mencakup berupa cita-cita, seperti "cooperation", "sharing", dan "adjusment", yaitu kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian (memberikan andil) dalam semua kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

2.    Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap bertahan terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Progressivisme dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: Ilmu Hayat, bahwa manusia untuk mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi yaitu bahwa manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru. Psikologi yaitu manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.

3.    Pendidikan Menurut Aliran Filsafat Progresivisme
Pengertian dasar yang menjadi ciri dari aliran ini adalah progres yang berarti maju. Progresivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan daripada ke masa lalu. Progresivisme memandang bahwa kemajuan yang telah dicapai oeh manusia dewasa ini karena kemampuan manusia dalam mengembangkan berbagai ilmu. Ini meliputi ilmu-ilmu sosial, budaya, maupun ilmu pengetahuan alam. Contoh untuk menjelaskan pandangan progresivisme tersebut dapat diambil dari antropologi dan psikologi. Dari antropologi dapat dipelajari bahwa manusia membentuk masyarakat, mengembangkan kebudayaan, dan telah berhasil untuk terus membina kehidupan dan peradaban. Kehidupan dan dan peradaban yang dibina oleh manusia itu selalu diupayakan untuk mendapat kemajuan. Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.
Di dalam sekolah-sekolah progresivisme, masalah kemerdekaan untuk para siswa ini diutamakan sekali. Mereka di dorong dan diberanikan untuk memiliki dan bertindak melaksanakan kebebasan mereka. Mereka diberikan kemerdekaan berinisiatif dan percaya kepada diri sendiri, sehingga anak dapat berkembang pribadinya dengan wajar dan dapat pula memperkembangkan pribadinya dengan wajar.
Apabila kita tinjau dari sudut pragmatisme, maka aliran ini merupakan pelaksana terbesar dari pendidikan progresivisme. Kenyatan yang demikian itu yang telah dilambangkan dengan sebutan “progresivisme” merupakan petunjuk untuk melaksanakan pendidikan yang lebih maju dari sebelumnya.
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah. Serta tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik saja, melainkan yang terpenting adalah melatih kemampuan berpikir secara ilmiah.
Kurikulum pendidikan yang dikehendaki oleh filsafat progrsivisme ialah kurikulum yang bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka. Dengan berpijak pada prinsip ini, maka kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap saat sesuai dengan kebutuhan setempat. Maka kurikulum yang edukatif dan eksperimental atau tipe core curriculum dapat memenuhi tuntutan itu. Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidunya selalu berinteraksi di dalam lingkungan yang komplek. Kurikulum eksperimental yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, dimana apa yang telah dipelajari anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata,karena lingkungan dan pengalaman yang diperlukan dan yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan ke arah yang telah ditentukan. Dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengujikan hipotesa.
Melalui proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum yang bersifat integrated kurikulum (masalah-masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi) dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan metode problem solving (pemecahan masalah) diharapkan anak didik menjadi maju (progress) mempunyai kecakapan praktis dan dapat memecahkan problem sosial sehari-hari dengan baik.

4.    Konsep Pendidikan Progresivisme dalam Pandangan Filsafat Pendidikan
a.    Pandangan secara Ontologi
Asal Hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu, pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita manusia hidup sampai mati, Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (proses perkembangan yang lama).
Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak.
Uraian di atas menunjukkan bahwa ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau progress, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud yang lainnya. di samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih berganti.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti ThalesPlato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).

b.    Pandangan secara Epistemologi
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kekuasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi pengalaman. Pengetahuan diperoleh manusia baik seeara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan (buku-buku, kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktek, maka makin besar persiapan menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Kebenaran dan kemampuan suatu ide memecahkan masalah, kebenaran adalah (sekuen dan pada sesuatu ide, realita pengetahuan dan daya guna.
Dalam epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan.
Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Oleh sebab adanya prisip-prinsip epistemologi tersebut di atas, progresivisme mengadakan pembedaan anatara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan adalah kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap untuk digunakan. Sedangkan kebenaran ialah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahklan beberapa segmen pengetahuan agar dapat menumbuhkan petunjuk atau penyelesaian pada situasi tertentu yang mungkin keadaannya kacau.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan anatara manusia dengan lingkungan, baik yang berwujud lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau manusia.Sementara kaum realis modern, pragmatis, empirisis logis, atau naturalis mengambil tesis falibilistik bahwa pengetahuan adalah bersifat kontingen dari perubahan serta kebenaran bersifat relatif sesuai dengan kondisinya.
Dari sini, epistemologi adalah bidang tugas filsafat yang mencakup identifikasi dan pengujian kriteria pengetahuan dan kebenaran. Pernyataan kategoris yang menyebutkan bahwa “ini kita tahu” atau “ini adalah kebenaran” merupakan pernyataan-pernyataan yang penuh dengan makna bagi para pendidik karena sedikit banyak hal tersebut bertaut dengan tujuan pendidikan yang mencakup pencarian pengetahuan dan perburuan kebenaran.
c.    Pandangan secara Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan tentang kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai. Nilai tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang merupakan pra syarat.
Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian adanya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari individu-individu. Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan adalah menunjukkan kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan manusia.
Berdasarkan pandangan di atas, progresivisme tidak mengadaklan pembedaan tegas antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Dua jenis nilai ini saling bergantung satu sama lain seperti juga halnya pengetahuna dan kebenaran. Misalnya bila dikatakan bahwa kesehatan itu selalu bernilai baik tidaklah semata-mata suatu ilustrasi tentang nilai instrinsik. Nilai kesehatan akan dihayati oleh manusia dengan lebih nyata bila dihubungkan dengan segi-segi yang bersifat operasional; bahwa kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Hubungan timbal balik dua sifat nilai instrinsik dan instrumental ini menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari kebudayaan itu ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang individu-individu mampu untuk mengadakan tinjauan dan penentuan mengenai standar sosial tertentu. Karena itu nilai merupakan bagian integral dari pengalaman dan bersifat relatif, temporal dan dinamis. Maka sifat perkembangannya berdasarkan pada dua hal; untuk diri sendiri dalam arti kebaikan instrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaikan instrumental.
Aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad),benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
d.   Pandangan dari Sudut Budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Filsafat progresivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah dan membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman, sekaligus menolong manusia menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk memasuki zaman modern (progresif).
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju. Kenyataan menunjukkan bahwa pada zaman purbakala manusia hidup di pohon-pohon atau gua-gua. Hidupnya hanya bergantung dengan alam. Alamlah yang mengendalikan manusia. Dengan sifatnya yang tidak iddle curiousity (rasa keingintahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya telah dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna. Alamlah yang dikendalikan oleh manusia. Hidup manusia tidak lagi di pohon-pohon atau gua-gua, akan tetapi dengan potensi akalnya manusia telah membangun gedung-gedung yang menjulang tinggi, rumah-rumah mewah.
Filsafat progresivisme yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan sesuai dengan fitrah kejadiannya, yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah mempengaruhi pendidikan, di mana dengan pembaharuan-pembaharuan pendidikan telah dapat mempengaruhi manusia untuk maju (progress). Sehingga semakin tinggi tingkat berpikirnya manusia maka semakin tinggi pula tingkat budaya dan peradaban manusia. Hasilnya, anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang kompleks dan maju.






DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 2016. Aliran filsafat progresifisme. [Online]. Tersedia: http://karyailmu99.blogspot.co.id/2016/01/aliran-filsafat-progresifisme.html.
[9 Oktober 2017].
Anonim. 21 negara  dengan gaji guru tertinggi di dunia. [online]. Tersedia: https://www.kaskus.co.id/thread/526b3459ffca17d311000008/21-negara-dengan-gaji-guru-tertinggi-di-dunia/. [11 Oktober 2017].

Yuliana, R. 2014. Antara guru, kesejahteraan dan nasib pendidikan. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com. [9 Oktober 2017].

Filsafat Pendidikan

SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH

Silvi Restu Suseno

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sistem pendidikan dan iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri dan budaya belajar di kalangan masyarakat perlu terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif, dan berorientasi ke masa depan.
Sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Selanjutnya, terdapat tujuh jenis pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
Dalam kajian ini akan diarahkan pada pembahasan satuan pendidikan sekolah dengan jalur pendidikan untuk pendidikan umum dan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah. Kajian difokuskan pada konsistensi implementasi penyelenggaraan pendidikan jenjang pendidikan menengah, khususnya pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan, sedangkan pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
Dalam implementasi penyelenggaraan pendidikan selama ini, kedua jenis pendidikan tersebut masih gagal dalam mencapai rancangan tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Salah satu indikator dilema yang dilihat adalah kedua jenis pendidikan belum mampu mengantarkan lulusannya. Banyak lulusan pendidikan umum yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan banyak pula lulusan pendidikan kejuruan yang tidak memperoleh pekerjaan sesuai bidang keahlian yang dimilikinya. Kondisi seperti ini menghasilkan pengangguran setiap tahun. Harian Kompas edisi Sabtu, 20 Mei 2006 menulis, ”Per Februari 2005, dari 155,5 juta angkatan kerja, 10,85 juta adalah pengangguran terbuka. Padahal, per Agustus 2000, dari 95,70 angkatan kerja, “hanya” 5,87 juta yang merupakan pengangguran terbuka.” Pengangguran berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik, kemiskinan, dan pemborosan yang luar biasa.
Berdasarkan pengamatan penulis selama ini, kondisi di atas terjadi karena ketidakkonsistensinya penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang disebabkan beberapa faktor, antara lain:
1. Produk hukum (undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan menteri) yang mengatur penyelenggaraan jenjang pendidikan menengah belum dilaksanakan secara konsisten.
2. Pengembangan kurikulum pada jenjang pendidikan menengah masih belum mantap.
3. Dukungan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang optimal, khususnya peran dunia usaha dan industri dalam pengembangan pendidikan kejuruan.
4. Fasilitas pembelajaran pendidikan yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi siswa, terutama fasilitas praktik pada pendidikan kejuruan.
5. Sumber daya manusia penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah yang belum profesional sesuai bidangnya.

1. Produk Hukum Penyelenggaraan Jenjang Pendidikan Menengah
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan sumber landasan hukum tertinggi yang mengatur penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan menengah, produk hukum telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Selanjutnya, secara operasional pada masing jenis pendidikan, produk hukum penyelenggaraannya ditetapkan melalui keputusan dan peraturan Menteri Pendidikan. Sebagai contoh, Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan, Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Semua produk hukum di atas telah disusun runtut dan “ideal” dalam rangka penyelenggaraan pendidikan, namun dalam implementasi penyelenggaraan masih kurang didukung kebijakan strategi yang dapat mewujudkan arah dan tujuan yang diharapkan produk hukum di atas. Pada sekolah jenis pendidikan umum, jumlah sekolah menengah atas (SMA) masih sangat besar dengan jumlah lulusan yang relatif kecil untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sisi lain, pada sekolah menengah kejuruan (SMK), banyak lulusan yang tidak dapat terserap dunia kerja yang disebabkan ketidaksesuaian tuntutan pasar kerja dengan kompetensi yang dimiliki siswa. Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis ini disebabkan ketidakseimbangan antara produk hukum dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang ditetapkan.

2. Pengembangan Kurikulum pada Jenjang Pendidikan Menengah Masih Belum Mantap
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum diperlukan untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan dari berbagai berbahan kajian. Kurikulum yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran disusun melalui proses yang komprehensif dan sistematis. Dengan demikian, dalam pengembangan kurikulum perlu diterapkan pedekatan menyeluruh secara sistematik dan sistemik.
Pengembangan kurikulum seharusnya mengandung arti perubahan, pergantian (alteration), atau modifikasi terhadap susunan yang ada. Perubahan yang terjadi dalam pengembangan kurikulum seharusnya memiliki karakteristik perubahan yang bermanfaat, perubahan yang dilakukan secara terencana, dan perubahan harus dilakukan secara progresif yang membawa dampak posif di masa mendang.
Sejarah pengembangan pendidikan menengah nampak dilakukan kurang sistematis dan sistemik. Dalam tataran kebijakan konsep pengembangan kurikulum dapat disusun dengan baik, namun dalam implementasinya banyak kendala yang dihadapi sekolah dan para guru. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum masih belum mantap, sehingga diperlukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak yang terkait agar dihasilkan kurikulum yang berorintasi langsung sesuai dengan arah dan tujuan pada pendidikan umum dan kejuruan.

3. Dukungan Peranserta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan Masih Kurang Optimal
Penyelenggaraan pendidikan bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah dan sekolah. Peranserta masyarakat (stakeholder) memiliki peranan penting dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat dapat berperan dalam penetapan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan penyaluran lulusan yang dihasil dari proses penyelenggaraan pendidikan. Selama ini, masih terkesan bahwa masyarakat masih belum menyadari perannya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Setiap hasil kebijakan dan perubahan kurikulum yang dihasilkan dari pemerintah selalu menjadi polemik bahkan terjadi kontra produktif. Kondisi yang demikian kurang efektif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Peran serta masyarakat, terutama dunia usaha dan industri, sangat terasa masih kurang optimal perannya dalam rangka penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Kelemahan peranserta masyarakat tersebut nampak ketika pengembangan dan evaluasi kurikulum pendidikan kejuruan serta penyaluran lulusan. Penerapan pendekatan supply driven menjadi demand driven pada pendidikan kejuruan (SMK) masih belum memperoleh tanggapan positif dari masyarakat. Padahal, sistem demand driven dirancang yang dipicu kebutuhan pasar kerja, karena pada dasarnya program pendidikan kejuruan berorientasi kebutuhan nyata pasar kerja. Dengan demikian, peran aktif dunia usaha dan industri dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan sangat diperlukan.

4. Fasilitas pembelajaran pendidikan yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi siswa
Fasilitas pembelajaran merupakan bagian penting pada penyelenggara pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran dan memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan yang efektif dan efisien. Dengan diterapkannya sistem desentralisasi pendidikan dan di sisi lain dengan diterapkannya pengelolaan pendidikan yang mengacu pada pencapaian standar kompetensi tertentu sangat berdampak pada pemenuhan kebutuhan akan fasilitas pembelajaran di sekolah. Selain itu, rendahnya anggaran pendidikan dari prosentase total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menyebabkan kecenderungan penyelenggaraan pendidikan berjalan lambat, dan berbeda jauh dari kualitas pendidikan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia. Bahkan menurut laporan survey pendidikan internasional, tingkat kualitas pendidikan sekarang berada di bawah Vietmam. Kecilnya anggaran pendidikan ini jelas mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan, terutama kemampuan sekolah menyediakan fasilitas atau sarana prasarana belajar yang memadai.
Karena itu, fasilitas pembelajaran seharusnya dikembangkan dan dioptimalkan secara integral berdasarkan acuan standar kualitas baku. Ruang kelas, ruang praktik, laboratorium, perpustakaan, alat dan media pendidikan merupakan fasilitas belajar mengajar yang direncanakan secara utuh dalam satu kesatuan dan terstandar.

5. Sumber Daya Manusia Penyelenggara Pendidikan di Tingkat Sekolah Belum Profesional
Kepala sekolah, guru, staf kependidikan (tata usaha, pustakawan, dan teknisi/laboran) merupakan kunci sukses atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan langsung dengan subyek pendidikan (siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan di lembaganya. Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara optimal dan profesional.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu. Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan pemerintah akhir-akhir ini merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam pelaksanaannya harus tetap mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan secara utuh, yaitu standar kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan sosial.
Kepala sekolah dan guru tidak mungkin bekerja sendiri, tanpa bantuan tenaga kependidikan maka seluruh proses kegiatan belajar mengajar tidak mungkin dapat bergerak. Jadi, untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, semua warga sekolah mempunyai peran yang besar dan harus bekerja secara profesional sesuai dengan bidang kerja masing-masing.

Simpulan
Jadi, supaya sistem pendidikan sekolah di Indonesia berjalan dengan baik harus diikuti dengan faktor-faktor pendukung yang memadai, misalnya seperti kurikulum yang benar-benar sudah diuji kualitasnya, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dukungan pemerintah, dukungan masyarakat serta faktor lainnya.

Semoga di masa yang akan datang, pendidikan di Indonesia semakin gemilang dan mampu mencetak generasi-generasi berprestasi yang akan mengharumkan nama Indonesia di mancanegara.

Filsafat Idealisme

PENDIDIKAN FILSAFAT IDEALISME

Silvi Restu Suseno

A. Pengartian Filsafat Idealisme
Secara harfiah, fisafat berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Dari penjabaran tersebut dapat dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang mencari kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat juga sering dimaknai sebagai pandangan hidup terhadap seluruh aspek kehidupan.
Aspek kehidupan yang berkaitan erat dengan filsafat, salah satunya adalan pendidikan. Dalam dunia pendidikan, filsafat berperan dalam menentukan arah dan tujuan proses pendidikan secara umum dan khususnya pendidikan di sekolah.
Fisafat pendidikan dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil pemikiran para filsuf secara mendasar (fundamental), yang akhirnya melahirkan aliran-aliran filsafat seperti aliran idelisme; aliran realisme; aliran essensialisme; dan sebagainya. Pembahasan ini, akan memaparkan pandangan filsafat aliran idealisme dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia.
Idealisme merupakan aliran filsafat yang memiliki peranan penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Aliran ini berasal dari seorang filsuf Yunani bernama Plato pada abad ke IV Sebelum Masehi. Menurut Plato, alam cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya, adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam ide. [1]
Idealisme merupakan aliran yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide, realita adalah perwujudan dari sebuah ide. Aliran ini adalah aliran yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul), atau jiwa (spirit), daripada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan, ide, atau jiwa. Dalam pandangan idealisme, alam nyata ini tergantung pada jiwa universal atau Tuhan atau berarti pula bahwa alam adalah alam dari ekspresi dari daya jiwa tersebut. [2]
Pandangan aliran ini adalah bahwa semua yang dilakukan oleh manusia, tidak selalu harus dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat lahiriah, tetapi harus didasari prinsip kejiwaan atau kerohanian (ide). Oleh karena itu, aliran ini sangat menjunjung tinggi aspek perasaan dan daya imajinasi manusia sebagai sumber pengetahuan.
Jadi, idealisme merupakan aliran yang berpandangan bahwa ide, gagasan, atau jiwa adalah hal yang paling tinggi kedudukannya. Ide-ide tersebut ialah realitas sesungguhnya, sedangkan segala yang dapat dilihat dan dirasakan indra manusia adalah manifestasi dan imitasi dari ide-ide tersebut.

B. Pandangan Filosofis Idealisme
Idealisme muncul berdasarkan tafsiran metafisika para filsuf. Awalnya manusia menafsirkan alam ini adalah bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat gaib (supranatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.[3]
         Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakikat realitas.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik tidak dapat terlepas dari jiwa.
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan atau ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental. Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara  demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.[4]
Idealisme mempunyai pandangan bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind).

1.    Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah :
a)  metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b)  humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c)  epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d)  aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.[5]
Ide yang berpikir sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya menimbulkan anti tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.
Demikian proses roh atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah yang menjadi keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku menurut hukum akal.[6]
Jadi semua yang nyata bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat nyata. Maksudnya luasnya pemikiran rasional sama dengan luasnya realitas, sedangkan realitas menurut Hegel adalah proses pemikiran (ide).

2.    Prinsip-prisip Idealisme :
a)  Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
b)  Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c)  Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
d)   Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini.[7]

3.    Tokoh-tokoh Aliran Idealisme :
a)  Plato (477-347) Sebelum Masehi.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak diantara gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang berkaitan dengan ide atau gagasan. 
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Menurut Plato kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasi dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
b)  Immanuel Kant (1724-1804)
Ia menyebut filsafatnya idealis transedental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan watak adalah forum intuisi kita.Menurut Khant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi, bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman. Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
c)  Pascal (1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran filsafat  Pascal antara lain:
Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Ketika akal dengan semua perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka hatilah yang akan berperan. Oleh karna itu, akal dan hati saling berhubungan satu sama lain. Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam memperoleh suatu pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal, manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau fikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak.
Filsafat bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan itu terletak pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak akan mendapat kepuasan karena manusia mempunyai logika yang kemampuannya melebihi dari logika itu sendiri. Dalan mencari Tuhan Pascal tidak akan menggunakan metafisika, karena selain bukan termasuk geometri tapi juga metafisika tidak akan mampu. Maka solusinya ialah mengembalikan persoalan ke Tuhan pada jiwa. Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada kekurangnnya, tidak terkecuali filsafat.
d)  J. G. Fichte (1762-1914) Sebelum Masehi
Ia adalah seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre” (Ajaran Ilmu Pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindera objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya unuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya. Hal tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika kita melihat sebuah meja dengan mata kita, maka secara tidak langsung akal (rasio) kita bisa menangkap bahwa bentuk meja itu seperti yang kita lihat (bebentuk bulat, persegi panjang, dll). Dengan adanya anggapan itulah akhirnya manusia bisa mewujudkan dalam bentuk yang nyata.
e)  F. W. S. Schelling (1775-1854 M)
Schelling telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Univesitas Jena. Dia adalah filsuf Idealis Jerman yang telah memutlakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan  Idealisme Hegel.
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau indefernsi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan yang objektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subjektif dari subjek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subjek) dan alam (objek) yang subjektif dan objektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang objektif dan bukan pula yang subjektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak. Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah sabagai identitas murni atau indeferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau tidak dari perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduannya saling barkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan antara keduannya.
f)   G. W. F. Hegel (1770-1031 M)
Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya, roh itu dalam intinya ide (befikir).[8]
  
C. Implikasi Filsafat Idealisme dalam Pendidikan
1.    Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam semangat persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntut hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
  
2.    Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan praktis dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa actual.[9]

3.    Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berpikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.

4.    Peran Guru
Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerja sama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia dan bertanggung jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa”.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme memperoleh pendidikan dengan menggunakan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah kelas, tidak mengawasi satu persatu muridnya atau memerhatikan tingkah lakunya. [10]
DePorter (2007) menyatakan, kuncinya adalah membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar.[11]
Seorang guru harus mampu masuk ke dalam dunia peserta didik jika diperlukan guru bisa menjalin komunikasi di luar sekolah. Oleh karena itu, guru sebagai pengajar yang baik harus dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga siswa menjadi tertarik dengan yang guru ajarkan.
Model pemikiran filsafat idealisme yang menganggap anak didik merupakan makhluk spiritual dan guru yang juga menganut paham idealisme menjadikan sistem pengajaran di kelas biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a)     Guru adalah panutan bagi peserta didik
b)     Guru harus berkompeten dalam suatu ilmu pengetahuan lebih dari peserta didiknya
c)     Guru haruslah menguasai teknik mengajar dengan baik
d)     Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh peserta didik
e)     Guru menjadi teman untuk peserta didik
f)      Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik
g)     Guru harus dapat menjadi idola bagi peserta didik
h)     Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan peserta didik
i)      Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif
j)      Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya
k)     Tidak hanya peserta didik, guru pun harus ikut belajar sebagaimana peserta didik belajar
l)      Guru harus merasa bahagia jika peserta didiknya berhasil
m)   Guru haruslah bersikap demokratis dan mengembangkan demokrasi
n)     Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

5.    Peran Siswa
Siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya (Edward J. Power:1982). Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual.[12]

D. Simpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh.
Implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan adalah sebagai tujuan untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan. Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain). Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya. Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.

Daftar Pustaka

Anonim. 2015. Aliran filsafat idealisme dan implikasinya terhadap pendidikan. [Online]. Tersedia: http://karyailmu99.blogspot.co.id/2015/12/aliran-filsafat-idealisme-dan.html. [24 September 2017].
DePorter, B., dkk. 2007. Quantum teaching mempraktikkan quantum learning di ruang-ruang kelas. Bandung: Kaifa.
Karyadi, H. 2013. Filsafat pendidikan : idealisme. [Online]. Tersedia:http://hidayatkaryadi.blogspot.co.id/2013/12/idealisme.html. [24 September 2017].

Suriasumantri, J. S. 2001. Filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.