PENDIDIKAN FILSAFAT IDEALISME
Silvi Restu Suseno
A. Pengartian Filsafat
Idealisme
Secara harfiah, fisafat
berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Philos yang berarti cinta dan Sophia
yang berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Dari penjabaran tersebut dapat
dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang mencari kebijaksanaan atau kebenaran.
Filsafat juga sering dimaknai sebagai pandangan hidup terhadap seluruh aspek
kehidupan.
Aspek kehidupan yang
berkaitan erat dengan filsafat, salah satunya adalan pendidikan. Dalam dunia
pendidikan, filsafat berperan dalam menentukan arah dan tujuan proses
pendidikan secara umum dan khususnya pendidikan di sekolah.
Fisafat pendidikan
dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil pemikiran para filsuf secara mendasar
(fundamental), yang akhirnya melahirkan aliran-aliran filsafat seperti aliran
idelisme; aliran realisme; aliran essensialisme; dan sebagainya. Pembahasan
ini, akan memaparkan pandangan filsafat aliran idealisme dalam dunia
pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia.
Idealisme merupakan
aliran filsafat yang memiliki peranan penting dalam perkembangan sejarah
pemikiran manusia. Aliran ini berasal dari seorang filsuf Yunani bernama Plato
pada abad ke IV Sebelum Masehi. Menurut Plato, alam cita-cita itu adalah yang
merupakan kenyataan sebenarnya, adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanya berupa bayangan saja dari alam ide. [1]
Idealisme merupakan
aliran yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide,
realita adalah perwujudan dari sebuah ide. Aliran ini adalah aliran yang
menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul), atau
jiwa (spirit), daripada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.
Idealisme mempunyai
pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi
sebagaimana gagasan, ide, atau jiwa. Dalam pandangan idealisme, alam nyata ini
tergantung pada jiwa universal atau Tuhan atau berarti pula bahwa alam adalah
alam dari ekspresi dari daya jiwa tersebut. [2]
Pandangan aliran ini
adalah bahwa semua yang dilakukan oleh manusia, tidak selalu harus dikaitkan
dengan hal-hal yang bersifat lahiriah, tetapi harus didasari prinsip kejiwaan
atau kerohanian (ide). Oleh karena itu, aliran ini sangat menjunjung tinggi
aspek perasaan dan daya imajinasi manusia sebagai sumber pengetahuan.
Jadi, idealisme
merupakan aliran yang berpandangan bahwa ide, gagasan, atau jiwa adalah hal
yang paling tinggi kedudukannya. Ide-ide tersebut ialah realitas sesungguhnya,
sedangkan segala yang dapat dilihat dan dirasakan indra manusia adalah
manifestasi dan imitasi dari ide-ide tersebut.
B. Pandangan
Filosofis Idealisme
Idealisme muncul
berdasarkan tafsiran metafisika para filsuf. Awalnya manusia menafsirkan alam ini
adalah bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat gaib (supranatural) dan ujud-ujud
ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.[3]
Idealisme diambil dari
kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan sebagai
suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek
fisik tidak dapat terlepas dari jiwa.
Ada pendapat lain yang
mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan atau ide.
Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental. Terdapat aliran filsafat yang
beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir
dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara demikian yang sempurna,
utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.[4]
Idealisme mempunyai
pandangan bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi
sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa
universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa
tersebut.
Inti dari Idealisme
adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau
kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya
material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih
dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu
yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir
atau jiwa (mind).
1.
Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah :
a) metafisika-idealisme:
secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah,
sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan
rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b) humanologi-idealisme:
jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan
memilih.
c) epistimologi-idealisme:
pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali
melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang
yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d) aksiologi-idealisme:
kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari
pendapat tentang kenyataan atau metafisika.[5]
Ide yang berpikir
sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan
tesis yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis.
Adanya tesis dan anti tesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis
baru yang dengan sendirinya menimbulkan anti
tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.
Demikian proses roh
atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah yang menjadi keterangan
untuk segala kejadian. Proses itu berlaku menurut hukum akal.[6]
Jadi semua yang nyata
bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat nyata. Maksudnya luasnya
pemikiran rasional sama dengan luasnya realitas, sedangkan realitas menurut
Hegel adalah proses pemikiran (ide).
2.
Prinsip-prisip Idealisme :
a) Menurut idealisme bahwa
realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (spirit).
Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang
sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah
suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
b) Realitas atau kenyataan
yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya
gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c) Idealisme berpendapat
bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari
pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu
hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan
dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
d) Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa,
spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang
mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak
spiritual, maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide
tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini.[7]
3.
Tokoh-tokoh Aliran Idealisme :
a) Plato (477-347) Sebelum
Masehi.
Menurutnya,
cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak
diantara gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat
dipikirkan oleh akal, dan yang berkaitan dengan ide atau gagasan.
Mengenai
kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato
mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi
adalah kebaikan. Menurut Plato kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam
mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui
jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasi dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
b) Immanuel Kant (1724-1804)
Ia
menyebut filsafatnya idealis transedental atau idealis kritis dimana paham ini
menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap
sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan watak adalah forum intuisi
kita.Menurut Khant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada
bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi, bila pengetahuan
itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada
pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung
pada sebuah pengalaman.
c) Pascal (1623-1662)
Kesimpulan
dari pemikiran filsafat Pascal antara lain:
Pengetahuan
diperoleh melalui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan
hati. Ketika akal dengan semua perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu
aspek maka hatilah yang akan berperan. Oleh karna itu, akal dan hati saling berhubungan
satu sama lain. Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam
memperoleh suatu pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.Manusia besar
karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran
manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut
Pascal, manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah
berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan
alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu
digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang
bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk
memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama.
Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau fikirannya sendiri,
yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak.
Filsafat
bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna.
Kesempurnaan itu terletak pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak
akan mendapat kepuasan karena manusia mempunyai logika yang kemampuannya
melebihi dari logika itu sendiri. Dalan mencari Tuhan Pascal tidak akan
menggunakan metafisika, karena selain bukan termasuk geometri tapi juga
metafisika tidak akan mampu. Maka solusinya ialah mengembalikan persoalan ke
Tuhan pada jiwa. Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa secara
sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada kekurangnnya, tidak terkecuali
filsafat.
d) J. G. Fichte (1762-1914)
Sebelum Masehi
Ia adalah
seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun
1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre”
(Ajaran Ilmu Pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang
objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindera objek tersebut, manusia
berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya
unuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirkannya. Hal tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika kita melihat
sebuah meja dengan mata kita, maka secara tidak langsung akal (rasio) kita bisa
menangkap bahwa bentuk meja itu seperti yang kita lihat (bebentuk bulat,
persegi panjang, dll). Dengan adanya anggapan itulah akhirnya manusia bisa
mewujudkan dalam bentuk yang nyata.
e) F. W. S. Schelling
(1775-1854 M)
Schelling
telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798
M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Univesitas Jena. Dia
adalah filsuf Idealis Jerman yang telah memutlakkan dasar-dasar pemikiran bagi
perkembangan Idealisme Hegel.
Inti dari
filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas
murni atau indefernsi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang
subyektif dengan yang objektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi
yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subjektif
dari subjek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subjek)
dan alam (objek) yang subjektif dan objektif, yang sadar dan tidak sadar.
Tetapi yang mutlak itu bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang objektif
dan bukan pula yang subjektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau
indiferensi mutlak. Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa
diterima akal adalah sabagai identitas murni atau indeferensi, yaitu antara
yang subjektif dan objektif sama atau tidak dari perbedaan. Alam sebagai objek
dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduannya saling barkaitan. Dengan
demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja,
melainkan antara keduannya.
f) G. W. F. Hegel (1770-1031
M)
Ia belajar
teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor.
Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah
yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang
tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan
demikian sadarlah ia akan dirinya, roh itu dalam intinya ide (befikir).[8]
C. Implikasi Filsafat
Idealisme dalam Pendidikan
1.
Tujuan Pendidikan
Menurut
para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran
dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya
masing-masing.
Sejak
idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas
adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari
idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi
pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka,
tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk
individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan
idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi
kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis
dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada
akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam semangat persaudaraan terkandung suatu pendekatan
seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntut hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan
secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan
sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan Tuhan.
2.
Kurikulum Pendidikan
Kurikulum
pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan praktis.
Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan
moral. Pendidikan praktis dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu
kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum
yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada
pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya
senantiasa actual.[9]
3.
Metode Pendidikan
Tidak
cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang
siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong
siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berpikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir
logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah
moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong
siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.
4.
Peran Guru
Para
filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus
ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun
yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerja
sama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia dan bertanggung jawab
menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa”.
Para murid
yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme memperoleh pendidikan dengan
menggunakan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab,
pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah
mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah kelas, tidak
mengawasi satu persatu muridnya atau memerhatikan tingkah lakunya. [10]
DePorter (2007) menyatakan, kuncinya adalah membangun ikatan emosional,
yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin dan menyingkirkan
segala ancaman dari suasana belajar.[11]
Seorang guru
harus mampu masuk ke dalam dunia peserta didik jika diperlukan guru bisa
menjalin komunikasi di luar sekolah. Oleh karena itu, guru sebagai pengajar yang baik harus dapat menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan, sehingga siswa menjadi tertarik dengan yang guru ajarkan.
Model
pemikiran filsafat idealisme yang menganggap anak didik merupakan makhluk
spiritual dan guru yang juga menganut paham idealisme menjadikan sistem
pengajaran di kelas biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
Guru dalam
sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a)
Guru adalah panutan bagi peserta didik
b)
Guru harus berkompeten dalam suatu ilmu pengetahuan lebih
dari peserta didiknya
c)
Guru haruslah menguasai teknik mengajar dengan baik
d)
Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani
oleh peserta didik
e)
Guru menjadi teman untuk peserta didik
f)
Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan
motivasi belajar peserta didik
g)
Guru harus dapat menjadi idola bagi peserta didik
h)
Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil
yang bisa menjadi teladan peserta didik
i)
Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif
j)
Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang
menjadi bahan ajar yang diajarkannya
k)
Tidak hanya peserta didik, guru pun harus ikut belajar
sebagaimana peserta didik belajar
l)
Guru harus merasa bahagia jika peserta didiknya berhasil
m)
Guru haruslah bersikap demokratis dan mengembangkan
demokrasi
n)
Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
5.
Peran Siswa
Siswa
berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya (Edward J.
Power:1982). Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi
tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme
senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk
spiritual.[12]
D. Simpulan
Berdasarkan paparan di
atas, dapat disimpulkan bahwa Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat
yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
kaitannya dengan jiwa dan roh.
Implikasi filsafat
idealisme dalam pendidikan adalah sebagai tujuan untuk membentuk karakter,
mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. Kurikulum, pendidikan liberal untuk
pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan
yang lain). Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat
dan kemampuan dasarnya. Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan
melalui kerja sama dengan alam.
Daftar Pustaka
Anonim. 2015. Aliran
filsafat idealisme dan implikasinya terhadap pendidikan. [Online].
Tersedia: http://karyailmu99.blogspot.co.id/2015/12/aliran-filsafat-idealisme-dan.html. [24 September
2017].
DePorter, B., dkk. 2007. Quantum teaching mempraktikkan quantum learning di ruang-ruang kelas.
Bandung: Kaifa.
Karyadi, H. 2013. Filsafat
pendidikan : idealisme. [Online]. Tersedia:http://hidayatkaryadi.blogspot.co.id/2013/12/idealisme.html. [24 September
2017].
Suriasumantri, J. S. 2001. Filsafat
ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar