Jumat, 19 Januari 2018

Filsafat Pendidikan

SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH

Silvi Restu Suseno

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sistem pendidikan dan iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri dan budaya belajar di kalangan masyarakat perlu terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif, dan berorientasi ke masa depan.
Sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Selanjutnya, terdapat tujuh jenis pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
Dalam kajian ini akan diarahkan pada pembahasan satuan pendidikan sekolah dengan jalur pendidikan untuk pendidikan umum dan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah. Kajian difokuskan pada konsistensi implementasi penyelenggaraan pendidikan jenjang pendidikan menengah, khususnya pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan, sedangkan pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
Dalam implementasi penyelenggaraan pendidikan selama ini, kedua jenis pendidikan tersebut masih gagal dalam mencapai rancangan tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Salah satu indikator dilema yang dilihat adalah kedua jenis pendidikan belum mampu mengantarkan lulusannya. Banyak lulusan pendidikan umum yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan banyak pula lulusan pendidikan kejuruan yang tidak memperoleh pekerjaan sesuai bidang keahlian yang dimilikinya. Kondisi seperti ini menghasilkan pengangguran setiap tahun. Harian Kompas edisi Sabtu, 20 Mei 2006 menulis, ”Per Februari 2005, dari 155,5 juta angkatan kerja, 10,85 juta adalah pengangguran terbuka. Padahal, per Agustus 2000, dari 95,70 angkatan kerja, “hanya” 5,87 juta yang merupakan pengangguran terbuka.” Pengangguran berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik, kemiskinan, dan pemborosan yang luar biasa.
Berdasarkan pengamatan penulis selama ini, kondisi di atas terjadi karena ketidakkonsistensinya penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang disebabkan beberapa faktor, antara lain:
1. Produk hukum (undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan menteri) yang mengatur penyelenggaraan jenjang pendidikan menengah belum dilaksanakan secara konsisten.
2. Pengembangan kurikulum pada jenjang pendidikan menengah masih belum mantap.
3. Dukungan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang optimal, khususnya peran dunia usaha dan industri dalam pengembangan pendidikan kejuruan.
4. Fasilitas pembelajaran pendidikan yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi siswa, terutama fasilitas praktik pada pendidikan kejuruan.
5. Sumber daya manusia penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah yang belum profesional sesuai bidangnya.

1. Produk Hukum Penyelenggaraan Jenjang Pendidikan Menengah
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan sumber landasan hukum tertinggi yang mengatur penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan menengah, produk hukum telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Selanjutnya, secara operasional pada masing jenis pendidikan, produk hukum penyelenggaraannya ditetapkan melalui keputusan dan peraturan Menteri Pendidikan. Sebagai contoh, Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan, Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Semua produk hukum di atas telah disusun runtut dan “ideal” dalam rangka penyelenggaraan pendidikan, namun dalam implementasi penyelenggaraan masih kurang didukung kebijakan strategi yang dapat mewujudkan arah dan tujuan yang diharapkan produk hukum di atas. Pada sekolah jenis pendidikan umum, jumlah sekolah menengah atas (SMA) masih sangat besar dengan jumlah lulusan yang relatif kecil untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sisi lain, pada sekolah menengah kejuruan (SMK), banyak lulusan yang tidak dapat terserap dunia kerja yang disebabkan ketidaksesuaian tuntutan pasar kerja dengan kompetensi yang dimiliki siswa. Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis ini disebabkan ketidakseimbangan antara produk hukum dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang ditetapkan.

2. Pengembangan Kurikulum pada Jenjang Pendidikan Menengah Masih Belum Mantap
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum diperlukan untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan dari berbagai berbahan kajian. Kurikulum yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran disusun melalui proses yang komprehensif dan sistematis. Dengan demikian, dalam pengembangan kurikulum perlu diterapkan pedekatan menyeluruh secara sistematik dan sistemik.
Pengembangan kurikulum seharusnya mengandung arti perubahan, pergantian (alteration), atau modifikasi terhadap susunan yang ada. Perubahan yang terjadi dalam pengembangan kurikulum seharusnya memiliki karakteristik perubahan yang bermanfaat, perubahan yang dilakukan secara terencana, dan perubahan harus dilakukan secara progresif yang membawa dampak posif di masa mendang.
Sejarah pengembangan pendidikan menengah nampak dilakukan kurang sistematis dan sistemik. Dalam tataran kebijakan konsep pengembangan kurikulum dapat disusun dengan baik, namun dalam implementasinya banyak kendala yang dihadapi sekolah dan para guru. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum masih belum mantap, sehingga diperlukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak yang terkait agar dihasilkan kurikulum yang berorintasi langsung sesuai dengan arah dan tujuan pada pendidikan umum dan kejuruan.

3. Dukungan Peranserta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan Masih Kurang Optimal
Penyelenggaraan pendidikan bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah dan sekolah. Peranserta masyarakat (stakeholder) memiliki peranan penting dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat dapat berperan dalam penetapan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan penyaluran lulusan yang dihasil dari proses penyelenggaraan pendidikan. Selama ini, masih terkesan bahwa masyarakat masih belum menyadari perannya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Setiap hasil kebijakan dan perubahan kurikulum yang dihasilkan dari pemerintah selalu menjadi polemik bahkan terjadi kontra produktif. Kondisi yang demikian kurang efektif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Peran serta masyarakat, terutama dunia usaha dan industri, sangat terasa masih kurang optimal perannya dalam rangka penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Kelemahan peranserta masyarakat tersebut nampak ketika pengembangan dan evaluasi kurikulum pendidikan kejuruan serta penyaluran lulusan. Penerapan pendekatan supply driven menjadi demand driven pada pendidikan kejuruan (SMK) masih belum memperoleh tanggapan positif dari masyarakat. Padahal, sistem demand driven dirancang yang dipicu kebutuhan pasar kerja, karena pada dasarnya program pendidikan kejuruan berorientasi kebutuhan nyata pasar kerja. Dengan demikian, peran aktif dunia usaha dan industri dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan sangat diperlukan.

4. Fasilitas pembelajaran pendidikan yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi siswa
Fasilitas pembelajaran merupakan bagian penting pada penyelenggara pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran dan memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan yang efektif dan efisien. Dengan diterapkannya sistem desentralisasi pendidikan dan di sisi lain dengan diterapkannya pengelolaan pendidikan yang mengacu pada pencapaian standar kompetensi tertentu sangat berdampak pada pemenuhan kebutuhan akan fasilitas pembelajaran di sekolah. Selain itu, rendahnya anggaran pendidikan dari prosentase total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menyebabkan kecenderungan penyelenggaraan pendidikan berjalan lambat, dan berbeda jauh dari kualitas pendidikan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia. Bahkan menurut laporan survey pendidikan internasional, tingkat kualitas pendidikan sekarang berada di bawah Vietmam. Kecilnya anggaran pendidikan ini jelas mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan, terutama kemampuan sekolah menyediakan fasilitas atau sarana prasarana belajar yang memadai.
Karena itu, fasilitas pembelajaran seharusnya dikembangkan dan dioptimalkan secara integral berdasarkan acuan standar kualitas baku. Ruang kelas, ruang praktik, laboratorium, perpustakaan, alat dan media pendidikan merupakan fasilitas belajar mengajar yang direncanakan secara utuh dalam satu kesatuan dan terstandar.

5. Sumber Daya Manusia Penyelenggara Pendidikan di Tingkat Sekolah Belum Profesional
Kepala sekolah, guru, staf kependidikan (tata usaha, pustakawan, dan teknisi/laboran) merupakan kunci sukses atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan langsung dengan subyek pendidikan (siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan di lembaganya. Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara optimal dan profesional.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu. Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan pemerintah akhir-akhir ini merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam pelaksanaannya harus tetap mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan secara utuh, yaitu standar kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan sosial.
Kepala sekolah dan guru tidak mungkin bekerja sendiri, tanpa bantuan tenaga kependidikan maka seluruh proses kegiatan belajar mengajar tidak mungkin dapat bergerak. Jadi, untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, semua warga sekolah mempunyai peran yang besar dan harus bekerja secara profesional sesuai dengan bidang kerja masing-masing.

Simpulan
Jadi, supaya sistem pendidikan sekolah di Indonesia berjalan dengan baik harus diikuti dengan faktor-faktor pendukung yang memadai, misalnya seperti kurikulum yang benar-benar sudah diuji kualitasnya, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dukungan pemerintah, dukungan masyarakat serta faktor lainnya.

Semoga di masa yang akan datang, pendidikan di Indonesia semakin gemilang dan mampu mencetak generasi-generasi berprestasi yang akan mengharumkan nama Indonesia di mancanegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar