SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH
Silvi Restu Suseno
Sistem Pendidikan Nasional
di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sistem pendidikan dan iklim
belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri dan budaya
belajar di kalangan masyarakat perlu terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan
perilaku yang kreatif, inovatif, dan berorientasi ke masa depan.
Sistem pendidikan nasional
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur
pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan. Satuan pendidikan
menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di
luar sekolah. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu
jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan
sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan
belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar
sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui
kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
Selanjutnya, terdapat tujuh jenis pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
Dalam kajian ini akan
diarahkan pada pembahasan satuan pendidikan sekolah dengan jalur pendidikan
untuk pendidikan umum dan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah.
Kajian difokuskan pada konsistensi implementasi penyelenggaraan pendidikan
jenjang pendidikan menengah, khususnya pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan umum merupakan pendidikan yang
mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik
dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan,
sedangkan pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
Dalam implementasi
penyelenggaraan pendidikan selama ini, kedua jenis pendidikan tersebut masih
gagal dalam mencapai rancangan tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Salah
satu indikator dilema yang dilihat adalah kedua jenis pendidikan belum mampu
mengantarkan lulusannya. Banyak lulusan pendidikan umum yang tidak dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan banyak pula lulusan
pendidikan kejuruan yang tidak memperoleh pekerjaan sesuai bidang keahlian yang
dimilikinya. Kondisi seperti ini menghasilkan pengangguran setiap tahun. Harian
Kompas edisi Sabtu, 20 Mei 2006 menulis, ”Per Februari 2005, dari 155,5 juta
angkatan kerja, 10,85 juta adalah pengangguran terbuka. Padahal, per Agustus
2000, dari 95,70 angkatan kerja, “hanya” 5,87 juta yang merupakan pengangguran
terbuka.” Pengangguran berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan
gejolak sosial, politik, kemiskinan, dan pemborosan yang luar biasa.
Berdasarkan pengamatan
penulis selama ini, kondisi di atas terjadi karena ketidakkonsistensinya
penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang disebabkan
beberapa faktor, antara lain:
1. Produk hukum
(undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan menteri) yang mengatur
penyelenggaraan jenjang pendidikan menengah belum dilaksanakan secara
konsisten.
2. Pengembangan kurikulum
pada jenjang pendidikan menengah masih belum mantap.
3. Dukungan peranserta
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang optimal, khususnya
peran dunia usaha dan industri dalam pengembangan pendidikan kejuruan.
4. Fasilitas pembelajaran
pendidikan yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi siswa, terutama
fasilitas praktik pada pendidikan kejuruan.
5. Sumber daya manusia
penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah yang belum profesional sesuai
bidangnya.
1. Produk Hukum
Penyelenggaraan Jenjang Pendidikan Menengah
Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan sumber landasan hukum
tertinggi yang mengatur penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dalam rangka
penyelenggaraan pendidikan menengah, produk hukum telah ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Selanjutnya, secara
operasional pada masing jenis pendidikan, produk hukum penyelenggaraannya
ditetapkan melalui keputusan dan peraturan Menteri Pendidikan. Sebagai contoh,
Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0490/U/1992 tentang
Sekolah Menengah Kejuruan, Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80/U/1993
tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
Dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Semua produk hukum di atas
telah disusun runtut dan “ideal” dalam rangka penyelenggaraan pendidikan, namun
dalam implementasi penyelenggaraan masih kurang didukung kebijakan strategi
yang dapat mewujudkan arah dan tujuan yang diharapkan produk hukum di atas.
Pada sekolah jenis pendidikan umum, jumlah sekolah menengah atas (SMA) masih
sangat besar dengan jumlah lulusan yang relatif kecil untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi. Di sisi lain, pada sekolah menengah kejuruan (SMK),
banyak lulusan yang tidak dapat terserap dunia kerja yang disebabkan
ketidaksesuaian tuntutan pasar kerja dengan kompetensi yang dimiliki siswa.
Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis ini disebabkan ketidakseimbangan
antara produk hukum dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang
ditetapkan.
2. Pengembangan Kurikulum
pada Jenjang Pendidikan Menengah Masih Belum Mantap
Kurikulum merupakan salah
satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi
sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan ajar serta
cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran. Kurikulum diperlukan untuk membantu guru dalam mengembangkan
pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan dari berbagai berbahan kajian.
Kurikulum yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran disusun melalui proses yang komprehensif dan sistematis.
Dengan demikian, dalam pengembangan kurikulum perlu diterapkan pedekatan
menyeluruh secara sistematik dan sistemik.
Pengembangan kurikulum
seharusnya mengandung arti perubahan, pergantian (alteration), atau
modifikasi terhadap susunan yang ada. Perubahan yang terjadi dalam pengembangan
kurikulum seharusnya memiliki karakteristik perubahan yang bermanfaat,
perubahan yang dilakukan secara terencana, dan perubahan harus dilakukan secara
progresif yang membawa dampak posif di masa mendang.
Sejarah pengembangan
pendidikan menengah nampak dilakukan kurang sistematis dan sistemik. Dalam
tataran kebijakan konsep pengembangan kurikulum dapat disusun dengan baik,
namun dalam implementasinya banyak kendala yang dihadapi sekolah dan para guru.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum masih belum mantap,
sehingga diperlukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak yang terkait agar
dihasilkan kurikulum yang berorintasi langsung sesuai dengan arah dan tujuan
pada pendidikan umum dan kejuruan.
3. Dukungan Peranserta
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan Masih Kurang Optimal
Penyelenggaraan pendidikan
bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah dan sekolah. Peranserta
masyarakat (stakeholder) memiliki peranan penting dalam mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat dapat berperan dalam penetapan kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas
kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan
penyaluran lulusan yang dihasil dari proses penyelenggaraan pendidikan. Selama
ini, masih terkesan bahwa masyarakat masih belum menyadari perannya dalam
rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Setiap hasil kebijakan dan
perubahan kurikulum yang dihasilkan dari pemerintah selalu menjadi polemik
bahkan terjadi kontra produktif. Kondisi yang demikian kurang efektif dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Peran serta masyarakat, terutama dunia usaha dan industri,
sangat terasa masih kurang optimal perannya dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan kejuruan. Kelemahan peranserta masyarakat tersebut nampak ketika
pengembangan dan evaluasi kurikulum pendidikan kejuruan serta penyaluran
lulusan. Penerapan pendekatan supply driven menjadi demand driven pada
pendidikan kejuruan (SMK) masih belum memperoleh tanggapan positif dari
masyarakat. Padahal, sistem demand driven dirancang yang dipicu kebutuhan pasar
kerja, karena pada dasarnya program pendidikan kejuruan berorientasi kebutuhan
nyata pasar kerja. Dengan demikian, peran aktif dunia usaha dan industri dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan sangat diperlukan.
4. Fasilitas pembelajaran
pendidikan yang kurang memadai untuk pembentukan komptensi siswa
Fasilitas pembelajaran
merupakan bagian penting pada penyelenggara pendidikan dalam melaksanakan
proses pembelajaran dan memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan yang efektif dan
efisien. Dengan diterapkannya sistem desentralisasi pendidikan dan di sisi lain
dengan diterapkannya pengelolaan pendidikan
yang mengacu pada pencapaian standar kompetensi tertentu sangat berdampak pada
pemenuhan kebutuhan akan fasilitas pembelajaran di sekolah. Selain itu,
rendahnya anggaran pendidikan dari prosentase total Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) menyebabkan kecenderungan penyelenggaraan pendidikan berjalan
lambat, dan berbeda jauh dari kualitas pendidikan negara tetangga, seperti
Malaysia, Singapura, dan Australia. Bahkan menurut laporan survey pendidikan
internasional, tingkat kualitas pendidikan sekarang berada di bawah Vietmam.
Kecilnya anggaran pendidikan ini jelas mempengaruhi secara langsung kualitas
pendidikan, terutama kemampuan sekolah menyediakan fasilitas atau sarana prasarana
belajar yang memadai.
Karena itu, fasilitas
pembelajaran seharusnya dikembangkan dan dioptimalkan secara integral
berdasarkan acuan standar kualitas baku. Ruang kelas, ruang praktik,
laboratorium, perpustakaan, alat dan media pendidikan merupakan fasilitas
belajar mengajar yang direncanakan secara utuh dalam satu kesatuan dan
terstandar.
5. Sumber Daya Manusia
Penyelenggara Pendidikan di Tingkat Sekolah Belum Profesional
Kepala sekolah, guru, staf
kependidikan (tata usaha, pustakawan, dan teknisi/laboran) merupakan kunci
sukses atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan langsung dengan
subyek pendidikan (siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting
dalam menentukan maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan di lembaganya.
Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan
secara optimal dan profesional.
Guru merupakan jiwa dari
sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh
perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih
banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang
seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara
berkesinambungan dan kontinyu. Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan
pemerintah akhir-akhir ini merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam
pelaksanaannya harus tetap mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan
secara utuh, yaitu standar kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan
sosial.
Kepala sekolah dan guru
tidak mungkin bekerja sendiri, tanpa bantuan tenaga kependidikan maka seluruh
proses kegiatan belajar mengajar tidak mungkin dapat bergerak. Jadi, untuk
mewujudkan sekolah yang berkualitas, semua warga sekolah mempunyai peran yang
besar dan harus bekerja secara profesional sesuai dengan bidang kerja
masing-masing.
Simpulan
Jadi, supaya sistem
pendidikan sekolah di Indonesia berjalan dengan baik harus diikuti dengan
faktor-faktor pendukung yang memadai, misalnya seperti kurikulum yang
benar-benar sudah diuji kualitasnya, sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
dukungan pemerintah, dukungan masyarakat serta faktor lainnya.
Semoga di masa yang akan
datang, pendidikan di Indonesia semakin gemilang dan mampu mencetak
generasi-generasi berprestasi yang akan mengharumkan nama Indonesia di
mancanegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar