UJIAN TENGAH SEMESTER
Evaluasi
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen : Dr. Syafrizal, M.Pd.
Nama : Silvi Restu Suseno
NIM : 2322110019
Kelas/semester : PBI/III
JAWABAN:
1. Maksud
dari pernyataan dalam buku TESTING
ENGLISH as a Second Language halaman 7 adalah sebagai berikut:
Ada banyak cara yang dapat digunakan atau
dilakukan oleh guru untuk mengukur tingkat kemampuan berbahasa siswa, salah
satunya adalah dengan menggunakan teknik wawancara. Wawancara dianggap sama
baiknya dengan tes menulis bahasa pada siswa sebagai alat untuk menilai
kemampuan berbahasa siswa. Meskipun teknik wawancara memerlukan banyak waktu
dan isyarat, tetap saja digunakan oleh guru karena para guru tidak memiliki
teknik penilaian yang lebih baik untuk mengetahui kemampuan berbahasa siswa,
teknik wawancara dianggap sebagai teknik yang terbaik dari semua teknik.
Wawancara adalah teknik nontes yang dapat
menjadi alternatif yang digunakan oleh guru untuk mengukur kemampuan siswa
selain menggunakan teknik tes. Wawancara atau interviu merupakan suatu cara
yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden (siswa, orang yang
diwawancarai) dengan melakukan tanya jawab sepihak (Nurgiyantoro, 2001:55).
a. Masalah
mengkonstruksi tes interview
Untuk
menilai atau mengukur kemampuan siswa, dapat digunakan alat evaluasi yang berupa tes baik tes tertulis maupun nontes. Tes adalah serentetan pertanyaan
atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok (Arikunto, 2006:150). Sedangkan, tes nontes salah satunya adalah
wawancara. Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Interviu digunakan oleh peneliti untuk menilai
keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data tentang variabel latar belakang
murid, orang tua, pendidikan, perhatian, sikap terhadap sesuatu (Arikunto,
2006: 155).
Menurut
Arikunto (2006: 155), secara pisik interviu dapat dibedakan atau interviu terstruktur
dan interviu tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan informasi atau data bila pengumpul data sudah mengetahui dengan
pasti tentang informasi atau data yang ingin diperoleh. Dalam melakukan
wawancara, pengumpul data terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan
dengan jawaban yang telah disediakan. Sedangkan menurut Sugiyono (2012:191)
wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk mengumpulkan datanya.
b. Konsep-konsep
dalam tes interview
Wawancara
sebagai teknik untuk dapat mengukur kemampuan dan hasil belajar siswa dengan
cara mengumpulkan semua informasi dari responden langsung. Wawancara dapat
dilakukan setelah pewawancara mempersiapkan semuanya, berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hal yang akan dinilai yang akan
diberikan pada responden. Teknik wawancara juga dapat digunakan untuk penilaian
kebahasaan dan kesastraan, meskipun belum banyak yang melakukannya. Teknik
wawancara dapat digunakan untuk mengetahui dan menilai keterampilan, kelancaran
dan kefasihan dalam berbahasa dan bersastra.
2. Universal test berdasarkan
buku TESTING ENGLISH as a Second Language
merupakan salah satu tes yang dapat digunakan untuk siswa yang memiliki
keberagaman bahasa yang berbeda-beda. Test
Universal dianggap baik dan didukung oleh para guru-guru. Perbedaan bahasa
menjadi masalah dalam melakukan tes di tempat-tempat yang berbeda, sehingga tes
yang digunakan adalah tes yang dapat menunjang dan mencakup seluruh perbedaan
tersebut, tes tersebut adalah universal
test.
Untuk mengukur dan menilai ketercapaian
tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa saat proses sampai akhir
pembelajaran, dapat dilakukan evaluasi. Evaluasi disebut juga sebagai
penilaian. Menurut Ralph Tyler
(1950), evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Sedangkan Cronbach dan Stufflebeam, menambahkan definisi
tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan
tercapai tetapi digunakan untuk membuat
keputusan (Arikunto, 2009:3). Jadi, evaluasi adalah alat untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa, salah satunya dengan
mengadakan tes. Tes yang biasanya dipakai untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dan hasil belajar siswa adalah tes standar.
Tes standar adalah tes yang dilakukan secara
seragam disemua sekolah dan bersifat nasional. Salah satu tes yang termasuk ke
dalam tes standar adalah ujian nasional. Ujian nasional sendiri dapat dikatakan
merupakan bagian dari Universal test.
Mengapa? Karena ujian nasional dilakukan disekolah-sekolah yang berbeda baik
dari segi bahasa, budaya dan sebagainya di seluruh Indonesia, tetapi
menggunakan soal yang sama yaitu soal yang distandarkan atau nasional.
3. Bentuk-bentuk
item test pada buku TESTING ENGLISH as a Second Language
halaman 26 yaitu:
Jenis-jenis soal:
a. Completion/Penyelesaian
(pilihan ganda)
Jenis
soal ini adalah jenis yang paling umum dan banyak digunakan. Jenis soal ini
menyajikan struktur konteks yang di mana satu atau beberapa kata yang hilang,
diikuti dengan beberapa pilihan alternatif jawaban.
b. Sentence
Alternative/Alternatif Kalimat (pilihan ganda)
Jenis
soal ini terdiri dari beberapa kalimat yang struktur kalimatnya hampir sama
namun tetap memiliki perbedaan. Jenis soal ini memerintahkan atau menugaskan
siswa untuk memilih salah satu kalimat yang dianggap paling benar sebagai
jawaban.
c. Sentence
Interpretation/Penafsiran Kalimat (pilihan ganda)
Jenis
soal ini menyajikan struktur kalimat rangsangan yang kemudian meminta penafsiran yang tepat.
Ini adalah jenis soal pemahaman bacaan yang tersedia merupakan petunjuk penting
untuk menjawab.
d. Scrambled
Sentence/Orak-arik Kalimat (pilihan ganda)
Jenis
soal ini merupakan jenis soal yang menuntut siswa untuk mengurutkan atau
menyusun beberapa kata atau kalimat acak menjadi kalimat yang berurutan dan
menjadi kalimat yang paling tepat sebagai jawaban.
e. Penyelesaian
(tipe supply)
Jenis
soal ini adalah jenis soal yang menyediakan kalimat atau bacaan yang bagiannya
ada yang hilang dan harus diisi oleh siswa dengan kata-kata yang tepat. Jenis
soal ini tidak menyediakan alternatif jawaban. Jenis soal ini sangat berguna
dalam pengujian di kelas formal. Jenis soal ini lebih mudah dipersiapkan
daripada jenis pilihan ganda. Tetapi, kelemahan tes ini adalah saat penskoran
yang membutuhkan banyak waktu.
f. Konversi
(tipe supply)
Jenis
soal ini adalah jenis soal yang menuntut siswa untuk mengubah serangkaian
kalimat yang ada menjadi bentuk lain, misalnya dari kalimat aktif menjadi
kalimat pasif, dari kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk, dan seterusnya.
4. Maksud
dari buku TESTING ENGLISH as a Second
Language halaman 82 mengenai masalah-masalah utama di dalam menguji
kemampuan verbal anak adalah sebagai berikut:
Untuk mengukur struktur tata bahasa, kosakata
saat mendengarkan atau memahami kegiatan berbicara dapat menggunakan teknik
objektif. Mengapa? Karena tes ini secara positif memiliki kaitan dengan
kemampuan umum berkomunikasi dalam berbahasa asing atau bahasa kedua. Secara
umum kefasihan cukup mudah untuk dinilai, setidaknya untuk hal yang tidak sulit
yang biasanya hanya membutuhkan beberapa menit untuk mendengarkan seseorang
berbicara dan menentukan apakah pembicara dengan menggunakan bahasa asing tersebut
sama baiknya dengan penutur bahasa aslinya. Adanya masalah yang kita temukan
saat melakukan evaluasi disebabkan oleh ketidakjelasan kriteria yang sesuai
untuk menguji tes kemampuan berbicara khususnya dalam pengucapan bahasa kedua,
selama ini pemahaman menjadi satu-satunya dasar penilaian, tetapi itu semua
tidak cukup untuk membuat kestabilan. Oleh karena itu, kita tidak bisa menaruh
kepercayaan hanya pada peringkat kemampuan atau pemahaman saja.
Kemampuan berbahasa pada anak khususnya
kemampuan berbahasa kedua (B2) diperoleh dari proses pemerolehan bahasa setelah
pemerolehan bahasa pertama (BI). Pemerolehan bahasa kedua dapat dikuasai hanya
dengan proses belajar, dengan sengaja dan sadar baik secara formal maupun
informal. Ellis (1986) menyebutkan
adanya dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa
guru dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran berlangsung di kehidupan
bermasyarakat. Tipe kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas
dengan guru, materi, dan alat-alat bantu belajar yang sudah dipersiapkan
(Chaer, 2009:243-244).
Namun, pada kenyataannya, pembelajaran bahasa
khususnya dalam kemampuan berbicara kurang menonjol dengan baik, ini disebabkan
faktor kedisiplinan dan motivasi yang kurang serta pengajar bahasa yang
kemampuan bahasanya masih kurang baik. Ada yang beranggapan nahwa dalam
pembelajaran bahasa kedua, anak-anak lebih baik dan berhasil dibandingkan
dengan orang dewasa. Anak-anak yang masih dalam usia kritis memang mudah untuk
belajar B2, berbeda dengan orang dewasa yang tidak mudah untuk belajar B2.
Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan sistem
fonologi atau pelafalan, tetapi tidak lebih cepat dari orang dewasa dalam
bidang morfologi dan sintaksis. Jadi, anak-anak lebih berhasil tetapi tidak
lebih cepat dalam belajar bahasa.
Dapat disimpulkan bahwa, kemampuan verbal pada
anak diperoleh melalui proses alami dan proses pembelajaran. Kemampuan
berbicara merupakan kemampuan kedua setelah kemampuan menyimak atau
mendengarkan suatu ujaran. Untuk kemampuan verbal atau berbicara anak-anak,
masalah yang dihadapi mengenai struktur kata dan kalimat saja, sedangkan untuk
pelafalan tidak ada masalah yang berarti. Dan untuk menguji kemampuan verbal
anak, dapat diadakan tes praktik berbicara yang meliputi: kefasihan dan
kejelasan pelafalannya.
5. Menguji
kredibilitas tes sastra di Indonesia.
Nurgiyantoro (2001:326) mengatakan, ada dua
tingkatan tes kesastraan berdasarkan dua pendekatan yang berbeda, yaitu:
A. Pendekatan
Taksonomis Tes Kesastraan Berdasarkan Taksonomis Bloom
Taksonomi ini membedakan keluaran hasil
belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada
umumnya, penilaian hasil belajar sastra hanya dilakukan pada ranah kognitif
saja dan kurang memperhatikan dua ranah yang lain. Padahal, ketiga ranah
tersebut saling berkaitan dalam tingkah laku belajar sastra. Selain ketiga
ranah tersebut, taksonomi Bloom ini juga membahas tentang tingkatan tes
kesastraan.
· Penilaian
Ranah Kognitif
Kemampuan dan proses berpikir termasuk
kedalam hasil belajar sastra yang bersifat kognitif. Ranah ini dibedakan ke
dalam tingkatan yang sederhann: tingkat ingatan (C1), sampai tingkat
kompleks: tingkat evaluasi (C6). Hasil belajar kognitif dapat diukur
dengan menggunakan berbagai jenis tes objektif atau tes esai, baik secara lisan
atau tulis. Pelaksanaan penilaian ini dapat dilakukan dalam proses pengajara:
tes formatif, maupun pada akhir pengajaran: tes sumatif.
· Penilaian
Ranah Afektif
Ranah ini berhubungan dengan sikap,
pandangan, dan nilai-nilai atau norma. Maksudnya, penilaian ini melakukan
pengamatan bagaimana sikap dan perlakuan siswa terhadap sastra. Penilaian ranah
ini dapat menggunakan penilaian berbentuk skala, skala yang pada umumnya
digunakan adalah skala Likert yaitu jawaban singkat “ya” dan “tidak”, atau
berupa prosedur nominasi.
· Penilaian
Ranah Psikomotor
Keluaran hasil belajar ini adalah
keterampilan-keterampilan gerak yang diperoleh setelah mengalami kegiatan
belajar. Penilaian ini dapat menggunakan tes berdeklamasi, membaca puisi,
cerpen atau pun peran dalam drama.
· Tingkat
Tes Kesastraan
Tingkat tes ini menunjuk pada tingkatan tes
kognitif yang terdiri dari enam tingkatan, antara lain: (1) Tes kesastraan
tingkat ingatan, (2) Tes kesastraan tingkat pemahaman, (3) Tes tingkat
penerapan, (4) Tes kesastraan tingkat analisis, (6) Tes kesastraan tingkat
sintesis, dan (6) Tes kesastraan tingkat penilaian.
B. Pendekatan
Tes Kesastraan Kategori Moody
Tingkatan tes kategori Moody, secara khusus
direncanakan untuk kesastraan. Moody dalam Nurgiyantoro (2001:340), membedakan
pengukuran hasil belajar ke dalam empat kategori yang disusun dari tingkatan
yang sederhana ke tingkatan yang semakin kompleks. Keempat tingkatan yang
dimaksud adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan pada tingkat
informasi, konsep, perspektif, dan apresiasi. Keempat tingkatan yang dimaksud
antara lain, tes kesastraan tingkat informasi, tes kesastraan tingkat konsep,
tes kesastraan tingkat perspektif, dan tes kesastraan tingkat apresiasi. Tes
tingkat informasi dan konsep masih berorientasi pada “sesuatu” dalam karya
sastra yang bersangkutan, sedangkan tes perspektif “sesuatu” tersebut dikaitkan
dengan keadaan di luar karya itu sendiri, misalnya mencari unsur ketipikalan (unsur
karya sastra). Tes tingkat apresiasi terutama berhubungan dengan masalah bahasa
sastra dalam kaitan dan perbandingannya dengan linguistik secara umum.
REFERENSI
BUKU:
Arikunto,
Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
.
2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Harris,
David P. 1979. Testing English as a
Second Language. Bombay: Tata McGraw-Hill Publishing Company.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran
Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Sugiyono.
2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: ALFABETA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar