Selasa, 01 Mei 2012

JAWABAN UTS EVALUASI PEMBELAJARAN


UJIAN TENGAH SEMESTER
Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen : Dr. Syafrizal, M.Pd.

Nama : Silvi Restu Suseno
NIM : 2322110019
Kelas/semester : PBI/III

JAWABAN:
1.    Maksud dari pernyataan dalam buku TESTING ENGLISH as a Second Language halaman 7 adalah sebagai berikut:
Ada banyak cara yang dapat digunakan atau dilakukan oleh guru untuk mengukur tingkat kemampuan berbahasa siswa, salah satunya adalah dengan menggunakan teknik wawancara. Wawancara dianggap sama baiknya dengan tes menulis bahasa pada siswa sebagai alat untuk menilai kemampuan berbahasa siswa. Meskipun teknik wawancara memerlukan banyak waktu dan isyarat, tetap saja digunakan oleh guru karena para guru tidak memiliki teknik penilaian yang lebih baik untuk mengetahui kemampuan berbahasa siswa, teknik wawancara dianggap sebagai teknik yang terbaik dari semua teknik.
Wawancara adalah teknik nontes yang dapat menjadi alternatif yang digunakan oleh guru untuk mengukur kemampuan siswa selain menggunakan teknik tes. Wawancara atau interviu merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden (siswa, orang yang diwawancarai) dengan melakukan tanya jawab sepihak (Nurgiyantoro, 2001:55).
a.    Masalah mengkonstruksi tes interview
      Untuk menilai atau mengukur kemampuan siswa, dapat digunakan alat evaluasi yang   berupa tes baik tes tertulis maupun nontes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006:150). Sedangkan, tes nontes salah satunya adalah wawancara. Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Interviu digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, sikap terhadap sesuatu (Arikunto, 2006: 155).
      Menurut Arikunto (2006: 155), secara pisik interviu dapat dibedakan atau interviu terstruktur dan interviu tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan informasi atau data bila pengumpul data sudah mengetahui dengan pasti tentang informasi atau data yang ingin diperoleh. Dalam melakukan wawancara, pengumpul data terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban yang telah disediakan. Sedangkan menurut Sugiyono (2012:191) wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya.
b.    Konsep-konsep dalam tes interview
      Wawancara sebagai teknik untuk dapat mengukur kemampuan dan hasil belajar siswa dengan cara mengumpulkan semua informasi dari responden langsung. Wawancara dapat dilakukan setelah pewawancara mempersiapkan semuanya, berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hal yang akan dinilai yang akan diberikan pada responden. Teknik wawancara juga dapat digunakan untuk penilaian kebahasaan dan kesastraan, meskipun belum banyak yang melakukannya. Teknik wawancara dapat digunakan untuk mengetahui dan menilai keterampilan, kelancaran dan kefasihan dalam berbahasa dan bersastra.
2.    Universal test berdasarkan buku TESTING ENGLISH as a Second Language merupakan salah satu tes yang dapat digunakan untuk siswa yang memiliki keberagaman bahasa yang berbeda-beda. Test Universal dianggap baik dan didukung oleh para guru-guru. Perbedaan bahasa menjadi masalah dalam melakukan tes di tempat-tempat yang berbeda, sehingga tes yang digunakan adalah tes yang dapat menunjang dan mencakup seluruh perbedaan tersebut, tes tersebut adalah universal test.
Untuk mengukur dan menilai ketercapaian tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa saat proses sampai akhir pembelajaran, dapat dilakukan evaluasi. Evaluasi disebut juga sebagai penilaian. Menurut Ralph Tyler (1950), evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan Cronbach dan Stufflebeam, menambahkan definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai tetapi  digunakan untuk membuat keputusan (Arikunto, 2009:3). Jadi, evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa, salah satunya dengan mengadakan tes. Tes yang biasanya dipakai untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa adalah tes standar.
Tes standar adalah tes yang dilakukan secara seragam disemua sekolah dan bersifat nasional. Salah satu tes yang termasuk ke dalam tes standar adalah ujian nasional. Ujian nasional sendiri dapat dikatakan merupakan bagian dari Universal test. Mengapa? Karena ujian nasional dilakukan disekolah-sekolah yang berbeda baik dari segi bahasa, budaya dan sebagainya di seluruh Indonesia, tetapi menggunakan soal yang sama yaitu soal yang distandarkan atau nasional.
3.    Bentuk-bentuk item test pada buku TESTING ENGLISH as a Second Language halaman 26 yaitu:
Jenis-jenis soal:
      a.  Completion/Penyelesaian (pilihan ganda)
      Jenis soal ini adalah jenis yang paling umum dan banyak digunakan. Jenis soal ini  menyajikan struktur konteks yang di mana satu atau beberapa kata yang hilang, diikuti dengan beberapa pilihan alternatif jawaban.
       b.  Sentence Alternative/Alternatif Kalimat (pilihan ganda)
       Jenis soal ini terdiri dari beberapa kalimat yang struktur kalimatnya hampir sama namun tetap memiliki perbedaan. Jenis soal ini memerintahkan atau menugaskan siswa untuk memilih salah satu kalimat yang dianggap paling benar sebagai jawaban.
       c.  Sentence Interpretation/Penafsiran Kalimat (pilihan ganda)
       Jenis soal ini menyajikan struktur kalimat rangsangan  yang kemudian meminta penafsiran yang tepat. Ini adalah jenis soal pemahaman bacaan yang tersedia merupakan petunjuk penting untuk menjawab.
       d.  Scrambled Sentence/Orak-arik Kalimat (pilihan ganda)
       Jenis soal ini merupakan jenis soal yang menuntut siswa untuk mengurutkan atau menyusun beberapa kata atau kalimat acak menjadi kalimat yang berurutan dan menjadi kalimat yang paling tepat sebagai jawaban.
        e.  Penyelesaian (tipe supply)
        Jenis soal ini adalah jenis soal yang menyediakan kalimat atau bacaan yang bagiannya ada yang hilang dan harus diisi oleh siswa dengan kata-kata yang tepat. Jenis soal ini tidak menyediakan alternatif jawaban. Jenis soal ini sangat berguna dalam pengujian di kelas formal. Jenis soal ini lebih mudah dipersiapkan daripada jenis pilihan ganda. Tetapi, kelemahan tes ini adalah saat penskoran yang membutuhkan banyak waktu.
         f. Konversi (tipe supply)
        Jenis soal ini adalah jenis soal yang menuntut siswa untuk mengubah serangkaian kalimat yang ada menjadi bentuk lain, misalnya dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif, dari kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk, dan seterusnya.
4.    Maksud dari buku TESTING ENGLISH as a Second Language halaman 82 mengenai masalah-masalah utama di dalam menguji kemampuan verbal anak adalah sebagai berikut:
Untuk mengukur struktur tata bahasa, kosakata saat mendengarkan atau memahami kegiatan berbicara dapat menggunakan teknik objektif. Mengapa? Karena tes ini secara positif memiliki kaitan dengan kemampuan umum berkomunikasi dalam berbahasa asing atau bahasa kedua. Secara umum kefasihan cukup mudah untuk dinilai, setidaknya untuk hal yang tidak sulit yang biasanya hanya membutuhkan beberapa menit untuk mendengarkan seseorang berbicara dan menentukan apakah pembicara dengan menggunakan bahasa asing tersebut sama baiknya dengan penutur bahasa aslinya. Adanya masalah yang kita temukan saat melakukan evaluasi disebabkan oleh ketidakjelasan kriteria yang sesuai untuk menguji tes kemampuan berbicara khususnya dalam pengucapan bahasa kedua, selama ini pemahaman menjadi satu-satunya dasar penilaian, tetapi itu semua tidak cukup untuk membuat kestabilan. Oleh karena itu, kita tidak bisa menaruh kepercayaan hanya pada peringkat kemampuan atau pemahaman saja.
Kemampuan berbahasa pada anak khususnya kemampuan berbahasa kedua (B2) diperoleh dari proses pemerolehan bahasa setelah pemerolehan bahasa pertama (BI). Pemerolehan bahasa kedua dapat dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan sengaja dan sadar baik secara formal maupun informal. Ellis (1986) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran berlangsung di kehidupan bermasyarakat. Tipe kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantu belajar yang sudah dipersiapkan (Chaer, 2009:243-244).
Namun, pada kenyataannya, pembelajaran bahasa khususnya dalam kemampuan berbicara kurang menonjol dengan baik, ini disebabkan faktor kedisiplinan dan motivasi yang kurang serta pengajar bahasa yang kemampuan bahasanya masih kurang baik. Ada yang beranggapan nahwa dalam pembelajaran bahasa kedua, anak-anak lebih baik dan berhasil dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-anak yang masih dalam usia kritis memang mudah untuk belajar B2, berbeda dengan orang dewasa yang tidak mudah untuk belajar B2. Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan, tetapi tidak lebih cepat dari orang dewasa dalam bidang morfologi dan sintaksis. Jadi, anak-anak lebih berhasil tetapi tidak lebih cepat dalam belajar bahasa.
Dapat disimpulkan bahwa, kemampuan verbal pada anak diperoleh melalui proses alami dan proses pembelajaran. Kemampuan berbicara merupakan kemampuan kedua setelah kemampuan menyimak atau mendengarkan suatu ujaran. Untuk kemampuan verbal atau berbicara anak-anak, masalah yang dihadapi mengenai struktur kata dan kalimat saja, sedangkan untuk pelafalan tidak ada masalah yang berarti. Dan untuk menguji kemampuan verbal anak, dapat diadakan tes praktik berbicara yang meliputi: kefasihan dan kejelasan pelafalannya.
5.    Menguji kredibilitas tes sastra di Indonesia.
Nurgiyantoro (2001:326) mengatakan, ada dua tingkatan tes kesastraan berdasarkan dua pendekatan yang berbeda, yaitu:  
A. Pendekatan Taksonomis Tes Kesastraan Berdasarkan Taksonomis Bloom
Taksonomi ini membedakan keluaran hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada umumnya, penilaian hasil belajar sastra hanya dilakukan pada ranah kognitif saja dan kurang memperhatikan dua ranah yang lain. Padahal, ketiga ranah tersebut saling berkaitan dalam tingkah laku belajar sastra. Selain ketiga ranah tersebut, taksonomi Bloom ini juga membahas tentang tingkatan tes kesastraan.
·   Penilaian Ranah Kognitif
Kemampuan dan proses berpikir termasuk kedalam hasil belajar sastra yang bersifat kognitif. Ranah ini dibedakan ke dalam tingkatan yang sederhann: tingkat ingatan (C1), sampai tingkat kompleks: tingkat evaluasi (C6). Hasil belajar kognitif dapat diukur dengan menggunakan berbagai jenis tes objektif atau tes esai, baik secara lisan atau tulis. Pelaksanaan penilaian ini dapat dilakukan dalam proses pengajara: tes formatif, maupun pada akhir pengajaran: tes sumatif.
·   Penilaian Ranah Afektif
Ranah ini berhubungan dengan sikap, pandangan, dan nilai-nilai atau norma. Maksudnya, penilaian ini melakukan pengamatan bagaimana sikap dan perlakuan siswa terhadap sastra. Penilaian ranah ini dapat menggunakan penilaian berbentuk skala, skala yang pada umumnya digunakan adalah skala Likert yaitu jawaban singkat “ya” dan “tidak”, atau berupa prosedur nominasi.
·   Penilaian Ranah Psikomotor
Keluaran hasil belajar ini adalah keterampilan-keterampilan gerak yang diperoleh setelah mengalami kegiatan belajar. Penilaian ini dapat menggunakan tes berdeklamasi, membaca puisi, cerpen atau pun peran dalam drama.
·   Tingkat Tes Kesastraan
Tingkat tes ini menunjuk pada tingkatan tes kognitif yang terdiri dari enam tingkatan, antara lain: (1) Tes kesastraan tingkat ingatan, (2) Tes kesastraan tingkat pemahaman, (3) Tes tingkat penerapan, (4) Tes kesastraan tingkat analisis, (6) Tes kesastraan tingkat sintesis, dan (6) Tes kesastraan tingkat penilaian.
      B.   Pendekatan Tes Kesastraan Kategori Moody
Tingkatan tes kategori Moody, secara khusus direncanakan untuk kesastraan. Moody dalam Nurgiyantoro (2001:340), membedakan pengukuran hasil belajar ke dalam empat kategori yang disusun dari tingkatan yang sederhana ke tingkatan yang semakin kompleks. Keempat tingkatan yang dimaksud adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan pada tingkat informasi, konsep, perspektif, dan apresiasi. Keempat tingkatan yang dimaksud antara lain, tes kesastraan tingkat informasi, tes kesastraan tingkat konsep, tes kesastraan tingkat perspektif, dan tes kesastraan tingkat apresiasi. Tes tingkat informasi dan konsep masih berorientasi pada “sesuatu” dalam karya sastra yang bersangkutan, sedangkan tes perspektif “sesuatu” tersebut dikaitkan dengan keadaan di luar karya itu sendiri, misalnya mencari unsur ketipikalan (unsur karya sastra). Tes tingkat apresiasi terutama berhubungan dengan masalah bahasa sastra dalam kaitan dan perbandingannya dengan linguistik secara umum.

REFERENSI BUKU:

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
                   . 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Harris, David P. 1979. Testing English as a Second Language. Bombay: Tata McGraw-Hill Publishing Company.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: ALFABETA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar